Skip to main content

Konsep Islam Tentang Perubahan Sosial

Makna Perubahan Sosial

Perubahan Sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, komunitas, atau organisasi, ia dapat menyangkut pola “nilai dan norma” atau “struktur sosial”. Wilbert Moore berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan perubahan sosial adalah “perubahan penting dari struktur sosial”, sedangkan yang dimaksudkan dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”.

Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya saja adanya organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan antara majikan dengan buruh, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi sosial dan politik

Dan terakhir, dikutip dari Selo Soemardjan mengartikan perubahan sosial itu adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Perubahan sosial yang terbesar dalam sepanjang abad islam mungkin adalah apa yang telah dibawa oleh Muhammad saw. Melalui metode-metode yang dipakai telah mampu mengubah pola perilaku masyarakat dari yang suka berperang, suka membunuh anak perempuan, suka mabuk-mabukan menjadi masyarakat yang progresif, intelektual, terpelajar, dan yang terpenting, semua perilaku masa lalunya hilang ketika Muhammad mengubah sosio-kultural yang ada pada waktu itu.

Muhammad adalah nabi sekaligus pemimpin yang terhebat sepanjang sejarah ini. Dan ini telah dibuktikan. Michael Hearts dalam bukunya “100 orang yang berpengaruh di dunia” menempatkan Muhammad diurutan pertama. Ajaran Islam yang dibawanya mampu mengakar kedalam sosio-kultural mereka, mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang intelektual.

Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad adalah evolusi. Proses itu digerakkan dengan mekanisme interaksi dan komunikasi sosial, dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Strategi perubahan kebudayaan yang dicanangkan adalah strategi yang sesuai dengan nalar, fitrah, bakat, asaz atau tabiat-tabiat universal kemanusiaan.

Strategi atau apalah namanya yang diterapkan oleh Muhammad sebenarnya patut kita pelajari, mengapa dalam kurun waktu kurang lebih 22 tahun, Muhammad bisa mengubah masyarakat yang jahiliyah kepada masyarakat yang intelektual tadi. Bahkan bukan Cuma untuk kaum Arar saja, akan tetapi hampir seluruh dunia dihegemoni oleh fikroh/pemikiran Muhammad tadi. Ini sangat jelas, mengapa dan ada apa dibalik dari strategi yang diterapkan oleh Muhammad. Suatu hipotesis yang perlu diketengahkan, bahwa sistem teologi yang dibawa oleh Muhammad sangat bertentang dengan sistem teologi yang ada dalam masyarakat jahiliyah.

Faktor Mempengaruhi Perubahan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, yaitu : bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan, terjadinya revolusi di dalam masyarakat itu sendiri, adanya gangguan dari alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan peperangan.

Konsep Islam Tentang Perubahan itu sendiri
Perubahan adalah suatu hukum alam atau disebut Sunnatullah. Kita bisa membuktikan bahwa kehadiran manusia di bumi ini adalah dari yang tidak ada menjadi ada. Penciptaan bumi dan lain sebagainya pun hampir sama halnya dengan manusia. Dalam ‘adanya’ manusia, ia telah mengalami perubahan dari anak, dewasa, dan tua.

Dan juga, perubahan-perubahan itu terjadi di masyarakat-masyarakat muslim. Perubahan-perubahan sosial tentu saja dibolehkan, selama tidak melanggar prinsip asaz-asaz sosial yang telah ditentukan oleh Allah. Akan tetapi, banyak masyarakat islam yang tidak mengerti akan hal itu, terkadang mereka - atau bahkan kita - juga melanggar prinsip-prinsip tersebut. Dan kemudian, apakah perubahan sosio budaya itu sesuai dengan islam atau bukan, itu mereka - atau bahkan kita - sama sekali tidak tahu.

Didalam masyarakat islam itu sendiri sebenarnya terbagi menjadi 2 dalam menerima perubahan dan tidak menerima perubahan. Masyarakat muslim yang tidak menerima perubahan adalah mereka untuk menyelamatkan iman dan agama mereka. Tidak menerima perubahan berarti tidak meneriman sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu adalah mungkin berbentuk ide, konsepsi, ataupun gagasan. Selain daripada itu masyarakat islam terbuka dalam perubahan sosial entah itu dalam sesuatu yang baru, ataupun karena asimilasi, difusi, dan akulturasi.

Namun, ada juga masyarakat muslim yang menerima perubahan sosial tanpa batas. Demi untuk maju, semua perubahan dihalalkan. Apakah mengenai prinsip sosialnya atau cara pelaksanaannya. Dengan menerima prinsip yang bukan dari Islam, maka ia tergelincir kepada cara hidup yang bukan kepada islam, walaupun sebenarnya ia masih beragama islam atau mungkin bisa juga disebut materialisme, hedonisme, dan isme-isme yang baru. Karena sosiobudayanya tidak mengikuti dengan apa yang telah digariskan oleh islam.

Dan mereka yang menolak perubahan sosial menjadi statik. Prinsip dan cara pengalamannya hanya terhenti saat ada dalil naqli. Akal tidak mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.

Kesimpulan

Jadi konsep islam dalam perubahan sosial itu ada. Bahkan Allah pun menyuruh masyarakat untuk berubah, kalau tidak mau berubah biar Allah saja yang mengubahnya. Akan tetapi, ada beberapa jenis masyarakat muslim yang mau melakukan perubahan sosial karena mereka ingin menjadikan islam itu agama yang fleksibel. Tapi bukan dalam hal yang prinsip. Namun ada juga masyarakat islam yang begitu mereka melakukan perubahan sosial, prinsip-prinsip yang telah Allah gariskan telah hilang dalam perubahan mereka. Artinya Islam sudah menjadi agama kenangan. Akan tetapi ada juga masyarakat islam yang sama sekali tidak ingin melakukan perubahan. Akhirnya mereka terjebak pada satu agama yang statik/ tidak berubah. Mereka menjadi terbelakang.
Memahami konsep perubahan sosial dalam islam memang tidak mudah. Karena kita juga akan bersinggungan dengan hal-hal yang baru dalam islam, dimana islam sebenanya mengatur tapi tidak dijelaskan secara detail. Maka dalam hal ini, sebagai masyarakat muslim yang intelektual seharusnya memahami fiqh-fiqh yang seharusnya dipelajari secara mendalam, seperti fiqh muwazanat, fiqh aulawiyat, fiqh kemenangan dan kejayaan, dan mungkin zaman terus akan berlanjut maka akan bermunculan fiqh-fiqh yang baru. “Jikalau tidak ada fiqh-fiqh yang baru atau suatu aturan untuk menyamakan kualitas dan kuantitas agama dalam peredaran zaman, maka sesungguhnya islam ini hanya akan menjadi suatu agama yang catatan sejarahnya berhenti sampai disitu.”



Referensi : 1. Soejono Soekamto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Penerbit UI Jogjakarta, 1974 2. Ali A. Mukti, “Manusia, Islam dan Kebudayaan”, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1980 3. Alpizar, “Islam dan Perubahan Sosial (Suatu Teori Tentang Perubahan Masyarakat)”, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2008

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda