Skip to main content

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin


"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya."

Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ?

Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59
"Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikannlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari kemudian". Ini sangat jelas mengindikasikan bahwa segala permasalahan kontemporer sekarang, sebenarnya dan sudah sepatutnya mengembalikan kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Mengembalikan kepada Allah juga berarti mengembalikan kepada Kitab-Nya, karena setelah Muhammad wafat maka kitab-kitab setelah al-Quran tidaklah turun, sehingga ketika kita tidak menemukan sebuah solusi maka kita kembalikan kepada Al-Quran. Begitu pula dengan As-Sunnah.

"Ia harus memahami al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan)". Al-Quran dan As-Sunnah tadi telah disebutkan bahwa keduanya adalah sumber utama syariat islam. Dan kita tahu, kedua kitab tersebut berbahasa arab, oleh karena itu Hasan al-Banna menganjurkan kita sebagai umat islam untuk belajar sejak dini pelajaran bahasa arab. Kita harus menjadikan trend setter bahasa arab. Kita sebagai umat islam harus menduniakan bahasa Arab kembali. Sebab, itulah landasan syariat kita. Tanpa bahasa arab yang digunakan untuk memahami al-Quran dan As-Sunnah, kita sebagai umat islam hanya menjalankan syariat islam tanpa memahami esensi dari syariat yang kita jalankan. Tanpa memahami al-quran dan as-sunnah dengan benar, maka bisa menimbulkan kesesatan yang luar biasa.

Perkataan Hasan al-Banna kemudian dilanjutkan dengan tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'suf (serampangan). Setelah kita memahami bahasa arab sebagai bentuk pemahaman yang komprenhensif kita terhadap islam, karena memang kita tidak bisa memahami islam tanpa al-Quran dan As-Sunnah. Dan kita tidak bisa memahami al-Quran dan as-Sunnah tanpa bahasa arab.

Hasan al-Banna telah mewanti-wanti kepada kita semua untuk tidak memaksakan diri dalam menafsirkannya. Karena sesungguhnya dalam diri kita itu terdapat nafsu. Dan nafsu akan membawa kita untuk melegitimasi perbuatan kita dengan mengambil al-Quran sebagai dalil pembenaran perbuatan kita. Itu adalah tindakan dari memaksakan diri. Apa jadinya jika kita menggunakan nafsu dalam menafsirkan al-Quran untuk dijadikan legitimasi perbuatan. Ya kalau kemudian perbuatan yang kita lakukan baik ?

Said Hawwa dalam bukunya "Membina Angkatan Mujahid" mengomentari untuk pasal satu dan dua.
Prinsip pertama ini merupakan koreksi atas persepsi banyak kalangan; para pakar hukum perundang-undangan, pakar politik, juga pakar sosial ekonomi. Ia juga merupakan koreksi atas persepsi masyarakat umum tentang islam. Oleh karena itu keberadaannya adalah suatu keharusan dan keniscayaan.

Sedangkan prinsip kedua dapat dikatakan sebagai persepsi 'batiniah', yang menjadikan teks-teks dalil seperti simbol yang tanpa bisa dipahami. Selain itu juga merupakan koreksi atas banyak aliran fiqih yang sering memaksakan kehendak mentakwilkan teks-teks dalil, sekaligus sebagai koreksi atas berbagai cara pandang yang jauh dari kedalaman ilmu.
Apa yang dikatakan Said Hawwa dalam bukunya mengenai pasal yang kedua ini memang sangat realitas sekali. Saat ini, di rumah-rumah orang islam, al-Quran hanya sebagai bacaan tanpa mau memahami. Akhirnya, orang islam seperti orang-orang kristen yang hanya membaca Injilnya saja. Padahal kalau kita kaji lebih jauh, maka kita akan menemukan fenomena-fenomena ganjil yang ada pada alam, namun telah dituliskan dalam al-Quran. Mungkin masih ada baiknya jika hanya membacanya saja. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang hanya memajang al-Quran tanpa membacanya ?

Poin berikutnya dari komentar Said Hawwa mengenai pasal kedua ini adalah banyak ahli fiqih yang kemudian memaksakan diri untuk mentakwilkan teks-teks dalil tanpa mengetahui dan memahami kaidah-kaidah ushuliyah. Maka dari itu kemudia muncullah ushul fiqh. Orang-orang mujtahid tidak bisa dikatakan mujtahid sebelum dia memahami kaidah ushuliyah dan memahami al-Quran mulai dari tafsirnya, asbabun nuzul-nya, dan nasikh wa mansukh dari al-Quran tersebut.

Dalam pasal kedua ini, bisa kita simpulkan menjadi 2 bahan yang harus dipersiapkan : pertama, al-Quran dan as-Sunnah harus menjadi rujukan dalam setiap permasalahan dan syariat dalam islam. Kedua, pelajarilah bahasa Arab sebagai seorang islam dan bahasa lainnya sebagai manusia.



Wallahu a'lam bisshowab

Comments

Post a Comment

thank's for your comentar,bro !!!

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda