"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya."
Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.
Namun, dalam bukunya "Membina Angkatan Mujahid" - yang dijadikan rujukan utama oleh penulis - dikatakan bahwa kenapa seorang imam ? Imam disini adalah kepala tertinggi dalam suatu negara. Kalau negara itu demokrasi, maka imam itu adalah presiden. Jadi, ketika ada permasalahan yang tidak ada didalam al-quran dan hadits, maka presiden berhak memilih dari berbagai pendapat dari ulama fiqh yang dianggap membawa mashlahat, karena tujuan kita adalah mewujudkan agama islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Namun dalam suatu kondisi dan tradisi tertentu, maka pendapat yang bersifat ijtihadi boleh kemudian kita atau presiden mengubah pendapatnya dan kemudian memilih pendapat dari ulama lain mengenai masalah tersebut. Jadi kemudian bagaimana bisa membawa islam ini jauh lebih mudah dipahami. Asalkan tidak mengandung interpretasi yang kemudian bisa menurunkan wibawa islam.
Dalam mengambil keputusan mana yang akan dijadikan pijakan hukum setelah al-quran dan hadits, maka harus ditetapkan dengan mengumpulkan orang-orang yang ahli dalam bidang fiqhiyah, dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan permaslahan tersebut. Seperti contoh misalkan adalah bagaimana menyikapi halal atau haramnya kopi luwak. Imam negara ini harus mampu untuk memutuskan. Oleh karena itu, dibentuklah atau pendapat-pendapat tadi dibingkai oleh musyawarah ahlu syura di negara islam dalam persepektif kemashlahatan islam
Adapun ungkapan "Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Adalah bahwa yang pokok dalam urusan syariat kehidupan kita harus mencari dalil dan hukum tentangnya. Kemudian dari sana kita membuat analogi untuk menghasilkan kaidah-kaidah baru dan kemashlahatan sebagai pemahaman secara umum. Adapun urusan peribadatan, yang pokok adalah sikap menerima dan komitmen.(Said Hawwa, membina angkatan mujahid, hal.145)
wallahu 'alam
Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.
Namun, dalam bukunya "Membina Angkatan Mujahid" - yang dijadikan rujukan utama oleh penulis - dikatakan bahwa kenapa seorang imam ? Imam disini adalah kepala tertinggi dalam suatu negara. Kalau negara itu demokrasi, maka imam itu adalah presiden. Jadi, ketika ada permasalahan yang tidak ada didalam al-quran dan hadits, maka presiden berhak memilih dari berbagai pendapat dari ulama fiqh yang dianggap membawa mashlahat, karena tujuan kita adalah mewujudkan agama islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Namun dalam suatu kondisi dan tradisi tertentu, maka pendapat yang bersifat ijtihadi boleh kemudian kita atau presiden mengubah pendapatnya dan kemudian memilih pendapat dari ulama lain mengenai masalah tersebut. Jadi kemudian bagaimana bisa membawa islam ini jauh lebih mudah dipahami. Asalkan tidak mengandung interpretasi yang kemudian bisa menurunkan wibawa islam.
Dalam mengambil keputusan mana yang akan dijadikan pijakan hukum setelah al-quran dan hadits, maka harus ditetapkan dengan mengumpulkan orang-orang yang ahli dalam bidang fiqhiyah, dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan permaslahan tersebut. Seperti contoh misalkan adalah bagaimana menyikapi halal atau haramnya kopi luwak. Imam negara ini harus mampu untuk memutuskan. Oleh karena itu, dibentuklah atau pendapat-pendapat tadi dibingkai oleh musyawarah ahlu syura di negara islam dalam persepektif kemashlahatan islam
Adapun ungkapan "Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Adalah bahwa yang pokok dalam urusan syariat kehidupan kita harus mencari dalil dan hukum tentangnya. Kemudian dari sana kita membuat analogi untuk menghasilkan kaidah-kaidah baru dan kemashlahatan sebagai pemahaman secara umum. Adapun urusan peribadatan, yang pokok adalah sikap menerima dan komitmen.(Said Hawwa, membina angkatan mujahid, hal.145)
wallahu 'alam
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!