Skip to main content

Benarkah Indonesia punya bahasa sendiri ?

Kali ini saya ( penulis.red ) akan mengangkat sedikit judul yang agak kontroversial.Mungkin sebagian temen-temen ada yang setuju ada yang tidak.Ya itu terserah temen-temen.Tapi tujuan saya ( penulis.red ) untuk mengajak temen-temen sedikit kritis.Apa bener Indonesia punya bahasa sendiri ?Sebenernya,judul diatas punya arti yang ambigu atau bermakna dua.Arti yang pertama : Mungkin karena judul yang saya ( penulis.red ) buat memang mengejek Indonesia dan arti yang kedua : Karena manusia punya akal, maka saya sedikit menguak misteri dari judul diatas.

Sumpah pemuda yang bertepatan tanggal 28 oktober,menyatakan :
  1. kami,putra - putri indonesia menyatakan,mengaku bertumpah darah satu,Tanah air indonesia
  2. kami,putra - putri indonesia menyatakan,mengaku berbangsa satu,Bangsa indonesia
  3. kami,putra - putri indonesia menyatakan menjunjung bahasa persatuan,Bahasa Indonesia.
Kata bahasa indonesia,akhirnya indonesia mengklaim punya bahasa sendiri yaitu bahasa indonesia.Padahal tak sedikit, Indonesia mengadopsi kata dari belahan dunia lainnya.Satu kata saja "musyawarah" itu adalah salah satu dari kata bahasa arab.Dari akar kata "musyaawarah".Masih ada satu lagi,"saya" adalah dari kata bahasa melayu yaitu "sahaya". Tidak hanya itu saja, banyak kata - kata yang iambil dari berbagai suku,etnis,dan berbagai lainnya

Tapi semua itu diikat dalam bahasa persatuan,kenapa memakai bahasa persatuan ? Bukan bahasa kami ? mungkin karena temen-temen kita jaman tempoe doeloe sudah menyakini kalau kita punya banyak bahasa.Jadi,Indonesia itu multi language,betul tidak ?

Terakhir sebelum saya ( penulis.red ) menutup diskusi ini.Silahkan anda kritik habis-habis ini judul,silahkan.


waallahu a'lam bis showab

wassalam


Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda