Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia sedang disibukkan dengan banyak masalah yang sangat mengancam kesejahteraaan bangsa. Mulai dari pungli hingga korupsi besar-besaran. Kemiskinan yang melanda bangsa ini beberapa tahun terakhir masih belum tuntas terselesaikan oleh presiden-presiden bangsa ini. Dan inilah yang menjadi problem yang masih belum terpecahkan. Belum lagi degradasi moral bangsa ini yang semakin menjadi dengan hadirnya era globalisasi. Era dimana semua kebudayaan diserap oleh bangsa ini. Hingga tak ayal lagi, free seks pun menjadi suatu kebudayaan. Inilah kondisi bangsa kita sekarang.
Kehadiran sosok pahlawan pada era sekarang sangatlah susah dicari. Apakah mungkin tidak ada seorang wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan ? seperti wanita-wanita Arab yang melahirkan Khalid bin Walid, yang melahirkan Umar bin Khattab. Dulu, kita melihat, ada Soekarno yang penampilannya sangat merakyat. Berbeda dengan presiden sesudahnya. Memakai jas kebesaran yang seolah-olah berwibawa. Ada juga Ki Hajar Dewantara yang memberikan ilmu tanpa kenal imbalan. Ada Muhammad Natsir yang diplomasinya begitu bagus sehingga bangsa ini dihormati oleh bangsa-bangsa lainnya. Sekarang, adakah tipe-tipe pahlawan yang seperti itu ? Saat ini kita benar-benar merindukan pahlawan-pahlawan itu. Mengapa ? karena krisis-krisis itu telah merobohkan sendi-sendi bangunan bangsa ini. Bangsa ini bagaikan kapal yang terombang-ambing dalam badai besar. Dan membutuhkan seorang pahlawan. Pahlawan yang, kata Sapardi adalah orang yang telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menyerah. Pahlawan yang, kata Chairil Anwar, “berselempang semangat yang tak bisa mati”. Kita mencari pahlawan yang memiliki naluri kepahlawan yang sanggup menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar, yang sanggup mengeluarkan bangsa ini dari krisis-krisis. Itu sebabnya kita menyebut pahlawan itu dengan tokoh-tokoh besar. Dan kita dengan sukarela menyimpan rasa kekaguman terhadap mereka. Walaupun sebenarnya, pahlawan bukanlah manusia super. Ia tidak bisa menjadi segalanya, juga tidak dapat melakukan semuanya, dan pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang turun ke bumi untuk menyelesaikan masalah-masalah manusia dengan mukjizat yang secepat kilat kemudian, ia kembali ke langit. Tapi, pahlawan orang-orang biasa yang melakukan tindakan-tindakan besar dalam sunyi yang panjang. Mereka juga manusia yang melakukan salah dan dosa.Tapi perbedaannya, mereka memilki langkah-langkah terdepan untuk menyelamatkan bangsa ini. Pahlawan yang selalu mengedepankan pengorbanan. Pahlawan yang selalu memberikan karya terbaik sepanjang masa, yang selalu dikenang oleh kita. Itulah perbedaan kita dengan pahlawan.
Pekerjaan-pekerjaan besar yang mempertemukan pahlawan dengan takdir kepahlawanannya, selalu melibatkan instrumen dari dalam dirinya. Pekerjaan besar itu pastinya menyedot seluruh energi fisik, jiwa dan spiritualnya. Tidak ada pahlawan yang dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar tersebut hanya dengan salah satu sumber energi tadi. Tapi pekerjaan-pekerjaan besar membutuhkan sinergi diantara ketiganya. Dan pastinya, ketiganya memiliki peran yang sama atau hampir sama dalam mensukseskan pekerjaan besar itu. Apa yang terjadi pada seluruh instrument dari sinergi ketiganya itu disebut dengan sinergi kecerdasan ;maka pahlawan memiliki kecerdasaan akal yang sama dengan kecerdasan emosi ataupun dengan kecerdasan spiritualnya. Dan sumber-sumber kecerdasan itu memberinya energi untuk bekerja membentuk suatu sinergi. Sehingga sinergi tersebut mengalami kekuatan yang berlipat ganda yang sanggup menyelesaikan berbagai pekerjaan besar itu yang tak mampu diselesaikan oleh orang-orang biasa. Itulah yang membuat efeknya merupakan ledakan yang dahsyat ;ledakan kecerdasan, ledakan karya. Namun ledakan-ledakan itu tidak terjadi di sepanjang umur. Ia hanya terjadi pada potongan-potongan masa yang tertentu dari usia kita, itulah yang disebut momentum. Dan ledakan itu meledak saat momentum yang tepat. Ketika itulah muntahan karya kisah kepahlawan ditorehkan dalam sejarah abadi.
Pahlawan tentunya memiliki keterbatasan, ia bukanlah seorang superman yang bisa melakukan segalanya. Akan tetapi, ini adalah perkara mentalitas yang paling rumit yang dirasakan oleh setiap pahlawan. Menyadari dan menerima dengan lapang dada atas keterbatasan dirinya sangatlah sulit, bahkan mungkin bisa menghancurkan kehormatannya. Mungkin itulah sebab mengapa rasul mengeluarkan sabdanya yang menyejukkan hati mereka “ Allah akan merahmati seseorang yang mengetahui kadar kemampuan dirinya”. Bukan hal yang mudah untuk menyadari dua hal yang antagonis ;kehebatan dan keterbatasan, kebanggan dan kerendahan hati.
Diantara keterbatasan seorang pahlawan, ada beberapa godaan yang membuat pahlawan yang tadinya semangat, kini hilang tanpa bekas. Godaan terbesar seorang pahlawan adalah menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Apa maksudnya ? Kita mungkin dalam bergaul menemukan banyak orang-orang cerdas yang saat ini dibutuhkan oleh bangsa. Tapi, pernahkah kita melihat orang-orang tersebut tidak memiliki dampak apa-apa bagi masyarakat bangsa ini ? Dengan kata lain, prestasi-prestasinya tidak menunjukkan bakat dan potensi yang sebenarnya ia miliki. Mereka itulah orang-orang yang tidak mengetahui betapa sebenarnya mereka ini memiliki potensi yang besar, atau mungkin mereka merasakannya, tapi tidak berminat untuk memunculkannya, atau mungkin ia berminat, tapi kalah denagn godaan untuk menjadi “orang biasa”. Sebab, orang biasa itu santai, tidak banyak masalah, tanpa sorotan layaknya selebriti. Inilah godaan sesungguhnya. Inilah mata air kecermelangan yang hanya menggenang lalu kemudian membusuk. Air yang tidak memiliki gelombang, maka dari itu tidak ada debur kehebatan dalam dirirnya. Jebakan masa adalah godaan selanjutnya yang mampu menghentikan karya-karya besar kepahlawanannya. Jebakan dari masa mungkin tidak hanya rasa kagum mereka terhadap pahlawan, tapi ada juga penentang mereka yang menyurutkan langkah mereka untuk membuat karya- karya besar. Jebakan masa selalu menggoda sang pahlawan pada sisi kejujurannya, objektivitasnya, rasionalitasnya dan arah hidupnya.
Merisaukan zaman-zaman krisis yang menerpa bangsa ini bukanlah suatu hal yang amat pelik. Karena zaman-zaman krisis itu adalah takdir, kata Ust. Anis Matta. Tetapi yang kita risaukan adalah ketika kita mengalami krisis ini, kita juga mengalami kelangkaan pahlawan. Wanita-wanita sekarang menjadi pelit untuk melahirkan pahlawan yang nantinya akan menjadi problem solving bagi bangsa ini. Bangsa Amerika pernah mengalami krisis ekonomi selama hampir satu dekade. Selang 5 tahun, tepatnya 1942, mereka memasuki Perang Dunia II. Dan saat itu pula, mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang lumpuh dan satu-satunya presiden yang pernah terpilih sebanyak 4 kali, F.D Roosevelt. Tapi, krisis itu justru menemukan teori-teori makroekonomi yang saat ini menjadi pegangan bagi yang sedang duduk di bangku kuliah. Itulah yang terjadi ketika krisis dikelola oleh pahlawan bertangan dingin; mereka mengubah tantangan menjadi sebuah peluang, kelemahan menjadi kekuatan, kecemasan menjadi harapan, dan ketakutan menjadi keberanian.
Lorong kecil yang menjadi penghubung antara udara segar dengan sebuah bangsa yang tertutup dengan krisis adalah harapan. Inilah inti dari kehidupan, saat tidak ada lagi kehidupan. Inilah benteng terakhir yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Tapi, benteng ini dibangun oleh seorang pahlawan. Mungkin mereka tidak memberikan janipasti tentang jalan keluar yang secara instan. Tapi, mereka sudah membangun inti kehidupan ini, mereka membangunkan singa yang tertidur, diatas alas ketakutan dan ketidakberdayaan. Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kesejahteraan masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian Zamrud Khatulistwa masih mungkin untuk dirangkai kembali menjadi sebuah kalung yang indah. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini. Masih mungkin. Hanya dengan satu kata: Pahlawan. Jangan menunggu kedatangan mereka, karena mereka tidak akan datang, karena mereka bersama kita. Mereka lahir di negeri ini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Bukan orang lain. Ya, pahlawan bangsa Indonesia adalah kita semua. Mereka memang belum memulai proyek terbesar ini. Mereka menunggu momentum yang sangat tepat untuk menghasilkan ledakan karya terbesar.
Nukilan dari buku Ust Anis Matta "Mencari Pahlawan Indonesia". Syukron atas motivasinya.
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!