Skip to main content

Pengorbanan dan Ketaatan dalam Momentum Idul ‘Adha

Pengorbanan(tadhhiyah) dalam menegakkan syariat islam memang dibutuhkan. Tanpa pengorbanan tidak akan ada suatu kemenangan. No pain, No gain. Orang yang siap berkorban untuk islam sangatlah susah. Dan sangat jarang ditemukan. Kita lihat saja, Nabi Ibrahim yang ketika itu dia mendapatkan wahyu untuk menyembelih anaknya. Padahal, itu adalah anaknya yang pertama. Bagaimana perasaan seorang orang tua jika dia baru saja dikarunia seorang anak dan kemudian Allah menyuruhnya untuk menyembelihnya. Perasaan orang tua pasti bergejolak. Awalnya, Nabi Ibrahim sangat bingung, belum lagi bagaimana perasaan seorang ibu saat itu. Tapi, apa jawab seorang anak itu ? Ya Abi, kalau itu perintah Allah, maka aku tidak meragukanNya lagi. Dan saya siap untuk itu. Seketika itu, Nabi Ibrahim tersentak kaget dan kemudian ia membawa anaknya ke sebuah padang yang luas. Ketika akan menyembelih, Ismail berkata kepada ayahnya : “ abi, aku mohon umtuk diasah terlebih dahulu pisaunya, agar nanti ketika disembelih aku tidak merasakan sakit. “

Saat-saat yang mendebarkan bagi Nabi Ibrahim waktu itu, ketika akan menaruh belati atau pisaunya di leher anaknya, muncul iblis yang mengganggu, wahai ibrahim, itu anakmu sendiri. Apa kau tidak merasa kasihan terhadap anakmu. Setelah kau menanti-nanti hadirnya seorang anak dalam hidup. Eh, sekarang kau malah ingin menyembelihnya. Apa kau tidak merasa kasihan wahai ibrahim ?. Ibrahim tahu bahwa itu adalah bisikan iblis. Maka, ia melempar iblis itu dengan batu dan godaan itu muncul tidak hanya sekali, tetapi tiga kali. Dan tiga kali pula ia melemparkan batu itu. Dan sejarah melempar iblis ini terabadikan dalam haji yaitu melempar jumrah. Ketika godaan itu hilang, langsung Ibrahim menyembelih anaknya. Tapi terjadi sebuah keajaiban. Ternyata bukan ismail yang ia sembelih tapi seekor domba. Ibrahim kaget bukan main, ia bersyukur kepada Allah. Cerita ini Allah abadikan dalam al-qur’an Surat Ash-Shaffaat ayat 100-111.

Dari ayat tersebut, Allah benar-benar menguji Ibrahim kala itu,”sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu ujian yang nyata. Dan kami tebus dengan seekor sembelihan yang besar. Dalam terjemahan al-quran, maksud dari seekor sembelihan yang besar adalah bahwa ketika kesabaran Ibrahim dan keta’atannya, maka Allah melarang menyembelih ismail dan menggantinya dengan kambing. Lalu apa balasan untuk ibrahim ? Allah meneruskan dalam ayat itu, Kami abadikan untuk ibrahim itu dikalangan orang-orang yang mendatang, yaitu kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Maksud dari Kami abadikan disitu adalah Allah mengabadikan peristiwa itu hingga nanti orang-orang merasakan peristiwa itu, atau yang dikenal dengan hari raya Idul Adha.

Pengorbanan yang telah dilakukan khalilullah atau kekasih Allah ini sekarang ini sangat dibutuhkan untuk mencapai tingkatan yang selanjutnya yaitu tho’ah atau ketaatan. Ketaatan tidak akan ada tanpa pengorbanan. Kenapa Allah memilih ibrahim untuk dijadikan sebagai imam para nabi ? karena pengorbanannya kepada Allah begitu tinggi sehingga ia melebihkan derajatnya dari nabi-nabi lainnya. Dan sebagian nabi-nabi ada yang Allah tinggikan derajatnya. Pengorbanannya itulah yang menyebabkan ketaatannya menjadi tinggi.

Dalam momen idul adha ini, marilah kita senantiasa meng-upgrade keimanan kita sehingga nantinya akan terbentuk pengorbanan yang kita taruhkan kepada islam, sehingga Allah mengangkat kita menjadi orang yang taat. Inna akromakum indaallahi atqokum. Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang bertakwa.

Waalahu ‘alam bisshowab

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda