Skip to main content

Akhlak, Pondasi Utama Dalam sebuah Kebangkitan Bangsa

Kita sering mengeluh tentang sebuah bangsa yang tidak pernah maju-maju. Atau mengeluh sebenarnya ada apa dengan bangsa ini. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, sebuah bangsa yang sangat dikagumi karena banyak mineral alam yang terkandung, tapi mengapa, bangsa ini tidak pernah mengenyam masa kejayaan. Yang ada hanya penjajahan, pemberontakan dan teroris. Tiada ada dalam kamus Indonesia ini semua hidup tentram dan damai.
Kita para penghuni bangsa ini sangat ingin berharap munculnya sebuah peradaban bangsa dengan masyarakat madani. Oleh karenanya nanti muncul sebuah Negara yang madani juga. Dalam mencapai itu semua, kita membutuhkan 4 pilar yang semua itu ada bangunan utamanya yaitu : AKHLAK atau MORAL. Akhlak atau moral di bangsa ini sedang mengalami degradasi yang sangat drastis. Dan ini kembali ke zaman sebelum nabi Muhammad dilahirkan. Ketika Muhammad diutus menjadi seorang nabi dan rasul, beliau bersabda : sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak. Ini bisa kita lihat sekarang, moral dalam bangsa sangat dibutuhkan dan nantinya ini akan tercermin dalam setiap individu masing-masing.
Jika setiap moral orang runtuh, maka tunggulah kehancuran bangsa. Dan allah akan mengganti sebuah generasi yang semua generasi itu taat pada allah. Untuk sementara ini, mencerdaskan bangsa ini tidaklah butuh dengan pendidikan saja. Tetapi bagaimana setiap orang ini bisa mencerdaskan moralnya. Orang pintar tapi punya moral bejat sama saja. Karena buat apa dia pintar tapi, otaknya tidak digunakan untuk berfikir.
Ketika moral dalam setiap individu ini baik, maka implementasinya adalah keluarga. Keluarga ini adalah cikal bakal dari sebuah masyrakat yang madani juga. Miniatur kecilnya sebuah masyarakat itu diatur di sebuah keluarga. Dalam hal ini, penyaringan moral individu masih belumlah sempurna, karena moral individu ,masih bisa dipengaruhi oleh kedua orang tuanya ataupun anggota keluarga yang lain. Sesungguhnya manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah, orang tuanyalah yang menjadikannya majusi, yahudi dan agama lain. Jadi, moral ini masih belum matang. Tapi, disini juga yang bisa membentuk benteng moral dari kejelekan-kejelekan moral masyarakat. Intinya, di keluarga ini individu mendapatkan satu imun yang kuat untuk bisa menolak kekuatan-kekuatan jelek dari masyarakat.
Setelah, di keluarga individu telah mendapatkan imun moral kebaikan maka ada dua kemungkinan setelah itu. Pertama, karena masyarakat itu sejatinya sangat sulit untuk dipahamkan masalah akhlak ini maka, karakter ini yang sanggup mengubah masyarakat menjadi masyarakat yang lebih sholih dan berperadaban agung. Kedua, ini yang diam saja saat kemaksiatan dalam masyarakat meluas. Tetapi, akhirnya ia menyingkir bukan karena tidak sanggup tapi, untuk menyelamatkan akidahnya.
Masyarakat madani inilah yang akan seperti masyarakat yang diidam-idamkan manusia. Ketika masyarakat ini semua memiliki moral yang tangguh, dan disini individu mendapat imun yang kedua yang lebih kebal. Dan bisa dibilang, imun ini adalah imun terakhir dari semua itu. Karena, dari internal masyarakat telah terpahamkan dan punya sebuah jati diri dan akhlak yang karimah. Tinggal, bagaimana Negara memfasilitasi orang-orang yang seperti ini. Karena masyarakat ini akan berafiliasi kedalam Negara tersebut. Kalau Negara tidak memfasilitasi individu-individu ini, isme-isme dalam dunia luar bisa menghancurkan Negara ini dan peradaban masyarakat bisa hancur karena hal ini. Dampak akhlak sangat luar biasa sekali. Oleh karenanya mengapa nabi Muhammad diutus hanya sebagai penyempurna saja. Dari kebiadaban moral akan muncul kesombongan dari situ akan muncul paham-paham yang sangat mengancam moral individu lainnya.
Bangsa ini sebenarnya kaya, tapi karena tidak punya jati diri dan akhlak yang baik, maka dengan mudah semua penjajah menjajah semau mereka.
Wallahu a’lam bishowab

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda