Sebenarnya ini udah gue alami sejak dari tahun-tahun lalu gue belajar. Dan sejujurnya, gue nih emang pertama ga pandai-pandai amat dalam masalah ngelawak. Yah, elu tahu sendirilah, kenapa gue harus senantiasa selalu serius. Gue hidup di dalam kungkungan pondok kurang lebih selama setengah lusin tahun, atau lo baca aja enam tahun gitulah biar mudah.
Selama gue belajar di pondok ntu, gue masih belum mendapatkan apa-apa ketika disitu. Gue ga tahu apa yang dipelajari ma gue, gue ga tahu apa yang diucapain ma ustadz gue. Lagian gue sendiri yang bingung, kenapa sih indonesia selalu mencoba-coba para murid-murid kesayangannya itu dengan mencoba mengganti seluruh sistematis pembelajarannya. Mulai dari yang namanya kurikulum ’94-lah, kurikulum ’95, ampe yang dimanakan sekarang dengan KTSP. Yah, awalnya gue mencoban menyadari bahwa hidup di indonesia itu tidaklah semudah dengan hidup di luar negeri. Pendidikan disana cenderung lebih murah, ga banyak yang sering ganti kurikulum yang dimana-mana, isinya cuma sama saja dengan kurikulum yang lain. Dimana guru memberikan wejangan dan murid mendengarkan wejangan itu. Nah, untuk bagaimana aplikasi dalam hidup, sepertinya di sekolah itu ga terlalu mengajarkan banget dah.
Sebagai seorang pembelajar yang mencoba untuk sukses bukan seorang pembejat yang membejati para pajabat-pejabat eselon untuk senantiasa terus berkarya lewat korupsi mereka. Seorang pembelajar bagi gue, tiada lain adalah sepeti yang dikatakan oleh bapak pendidikan pertma kita, KI Hajar Dewantara. Ing Ngarso Sung Tulodo. Itulah mengapa, gue semakin yakin dengan adanya indikasi bahwa seorang koruptor itu dulunya ga sekolah sama sekali. Disuruh sekolah ma bokap n nyokapnya malah bolos maen ke rumah ceweknya. Disono maen yang enggak-enggak.
Kan seharusnya, jiwa para pemimpin kita itu 1. Seperti kata pak hajar dewantara tadi, ketika menjadi seorang pejabat atau presiden haruslah mencontohkan contoh-contoh yang baik. Dan kita, sebagai seorang pembelajar adalah Ing madya mangun karsa. Jadi, kita haruslah mendukung seluruh upaya yang baik dari pemerintah ataupun pejabat lainnya. Dan yang terakkhir sebagai warga yang biasa saja, ga sekolah tapi juga ga koruptor. Itu sepeti pesan yang ketiga : Tut wuri handayani.
Yah, gue seh berharap, mudah-mudahan di indonesia ini pembelajarannnya sanggup dibenahi. Kan kasihan kalo para alumni yang diciptakan dari SMU-SMU atau yang lainnya nantinya hanya menjadi seorang yang bermental budak belanda yang mau mengkhianati negaranya demi seonggok roti dengan kejunya, daripada menyelamatkan bangsanya dari kebodohan pendidikan dan kebobrokan moral. Mereka disana menjelek-jelekkan nama bangsa. Dan tanpa sadar, mereka telah menginjak-injak harga diri mereka yang paling berharga, apa itu ? Harga diri kebangsaan dan kenegaraan. Ironis bukan, gue aja mau nangis ngeliat anak-anak muda yang notabene adalah pembelajar. Ehmmm, , , mau jadi apa nantinya indonesia ini ??
Ga ada yang disesali, percuma gue nyesali. Kayaknya memang ini butuh seorang pemimpin untuk menciptakan pendidikan yang lebih berorentasi pada agama. Dimana agama itu adalah pondasi yang dibangun pertama kali dalam hidup sorang manusia. Hanya saja waktu yang tepat belumlah muncul. Tak ada gunanya mengutuki kegelapan. Toh, walopun, kita kutuki ntuh kegelapan, tetep aja gelap. Tapi kalo kita diem dan menyalakan selilin untuk menerangi kegelapan ini, maka akan lain cerita.
Yah, gue ga tahu harus omong apa lagi. Ya dah, omongan gue sudah lumayan bagus untuk sebuah retorika bahasa yang gue karang sendiri.
Udah dulu dari gue, Wassalamualaikum warohmatulahi wa barokatuh
Selama gue belajar di pondok ntu, gue masih belum mendapatkan apa-apa ketika disitu. Gue ga tahu apa yang dipelajari ma gue, gue ga tahu apa yang diucapain ma ustadz gue. Lagian gue sendiri yang bingung, kenapa sih indonesia selalu mencoba-coba para murid-murid kesayangannya itu dengan mencoba mengganti seluruh sistematis pembelajarannya. Mulai dari yang namanya kurikulum ’94-lah, kurikulum ’95, ampe yang dimanakan sekarang dengan KTSP. Yah, awalnya gue mencoban menyadari bahwa hidup di indonesia itu tidaklah semudah dengan hidup di luar negeri. Pendidikan disana cenderung lebih murah, ga banyak yang sering ganti kurikulum yang dimana-mana, isinya cuma sama saja dengan kurikulum yang lain. Dimana guru memberikan wejangan dan murid mendengarkan wejangan itu. Nah, untuk bagaimana aplikasi dalam hidup, sepertinya di sekolah itu ga terlalu mengajarkan banget dah.
Sebagai seorang pembelajar yang mencoba untuk sukses bukan seorang pembejat yang membejati para pajabat-pejabat eselon untuk senantiasa terus berkarya lewat korupsi mereka. Seorang pembelajar bagi gue, tiada lain adalah sepeti yang dikatakan oleh bapak pendidikan pertma kita, KI Hajar Dewantara. Ing Ngarso Sung Tulodo. Itulah mengapa, gue semakin yakin dengan adanya indikasi bahwa seorang koruptor itu dulunya ga sekolah sama sekali. Disuruh sekolah ma bokap n nyokapnya malah bolos maen ke rumah ceweknya. Disono maen yang enggak-enggak.
Kan seharusnya, jiwa para pemimpin kita itu 1. Seperti kata pak hajar dewantara tadi, ketika menjadi seorang pejabat atau presiden haruslah mencontohkan contoh-contoh yang baik. Dan kita, sebagai seorang pembelajar adalah Ing madya mangun karsa. Jadi, kita haruslah mendukung seluruh upaya yang baik dari pemerintah ataupun pejabat lainnya. Dan yang terakkhir sebagai warga yang biasa saja, ga sekolah tapi juga ga koruptor. Itu sepeti pesan yang ketiga : Tut wuri handayani.
Yah, gue seh berharap, mudah-mudahan di indonesia ini pembelajarannnya sanggup dibenahi. Kan kasihan kalo para alumni yang diciptakan dari SMU-SMU atau yang lainnya nantinya hanya menjadi seorang yang bermental budak belanda yang mau mengkhianati negaranya demi seonggok roti dengan kejunya, daripada menyelamatkan bangsanya dari kebodohan pendidikan dan kebobrokan moral. Mereka disana menjelek-jelekkan nama bangsa. Dan tanpa sadar, mereka telah menginjak-injak harga diri mereka yang paling berharga, apa itu ? Harga diri kebangsaan dan kenegaraan. Ironis bukan, gue aja mau nangis ngeliat anak-anak muda yang notabene adalah pembelajar. Ehmmm, , , mau jadi apa nantinya indonesia ini ??
Ga ada yang disesali, percuma gue nyesali. Kayaknya memang ini butuh seorang pemimpin untuk menciptakan pendidikan yang lebih berorentasi pada agama. Dimana agama itu adalah pondasi yang dibangun pertama kali dalam hidup sorang manusia. Hanya saja waktu yang tepat belumlah muncul. Tak ada gunanya mengutuki kegelapan. Toh, walopun, kita kutuki ntuh kegelapan, tetep aja gelap. Tapi kalo kita diem dan menyalakan selilin untuk menerangi kegelapan ini, maka akan lain cerita.
Yah, gue ga tahu harus omong apa lagi. Ya dah, omongan gue sudah lumayan bagus untuk sebuah retorika bahasa yang gue karang sendiri.
Udah dulu dari gue, Wassalamualaikum warohmatulahi wa barokatuh
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!