Skip to main content

Lagi-lagi Absensi…

Dalam setiap kegatan yang kita lakukan, tidak luput dari yang namanya absensi atau monitoring. Setiap hari seorang PNS harus masuk kerja untuk absen (baca: ngisi absen) agar gajinya tidak dipotong. Mahasiswa ataupun murid harus mengisi absen agar tidak di-DO(Drop out). Begitu para pekerja, agar tidak dipecat. Hampir semua orang begitu mendengar kata-kata absen langsung merinding. Mereka takut, maka dari itu mereka absen. Absen sudah menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi kita. Entah sadar ataukah tidak.
Fenomena ini sudah menjamur begitu dalam di setiap individu manusia Indonesia. Begitu mendengar nama absensi, ada saja reaksi mereka, jika orang yang taat, masak dari kemarin absensii…. Terus,, bosen gw. Namun ada juga yang acuh seolah tak ada apa-apa, ah absensi biarin aja, males gw nanggepinnya, paling-paling entar hukumannya juga sama kayak kemaren. Mungkin orang-orang yang benci dengan yang namanya absensi adalah karena mereka selalu dimonitori oleh orang lain. Coba, kalau di rumah juga di absen. Ketika si A tidak ada di rumah, ibu atau ayahnya mungkin akan bertanya ke saudaranya kemana si A ? Ini adalah salah satu absensi yang ada di rumah. Merasa dimonitori, setiap orang merasa risih, karena seolah orang itu yang mengurus dirinya. Setiap orang itu sanggup mengurus dirinya sendiri, jadi tidak usah dimonitori, begitu pikir orang-orang yang sudah merasa dewasa.
Tapi, apakah kita wahai manusia tidak sadar bahwa ada yang lebih dari itu, Dia selalu memonitori seluruh aksi-aksi kita baik yang privasi ataupun yang umum. Ketika manusia yang mengabsen, mungkin yang dimonitori hanyalah hal-hal yang umum. Betul ? tapi bagaimana dengan yang diatas ? kenapa kita tidak merasa risih dengannya ? Monitor kepunyaan Allah ini selalu mengawasi orang-orang yang baik dan yang jahat. Tidak ada yang luput dari pantauannya. Bahkan setiap orang tidak menyadari kalau mereka diabsensi oleh Allah.
Akhirnya, kata-kata ‘lagi-lagi absensi…’ bukanlah suatu hal yang menjadi momok besar, karena Allah sudah memonitori diri kita dan setiap manusia. Allah sudah membuat absensi sendiri-sendiri. Kapan ia meninggal, kapan ia kaya, masuk apa nantinya ketika ia meninggal, syurga ataukah neraka ? Itu sudah tertulis dalam absensinya Lauh mahfudz. Ketika manusia bisa luput hukuman absensi, bagaimana kita bisa luput dari hukuman absensi yang dibuat Allah ?
Wallahu ‘alam bisshowab.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda