Skip to main content

Menyelami Hakikat Kehidupan

Pernahkah kita tanya pada seorang nenek yang tua renta, sekitar 70 tahunan. Tanyalah padanya, bagaimana kehidupan yang dijalaninya ? Mungkin ia akan berkomentar : Hidup ini begitu singkat diluar dugaan dia ketika masih muda, ketika dia masih memegang prinsip muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk syurga. Tapi, begitu dia sudah beranjak tua, apakah dia berpikir sebagai prinsipnya ? tua kaya raya ? Takkan pernah ada yang berpikir seperti itu, kecuali orang-orang yang menganggap hidup ini masih panjang atau bahkan tidak percaya dengan kematian.
Kehidupan yang dia jikalau kembali untuk diceritakan hanya cukup enam atau tujuh jam saja. Selama tujuh puluh tahun kehidupan hanya diringkas dalam seberapa jam saja yang tidak cukup dari separuh waktunya. Sekarang ini marilah kita renungkan kembali sebenarnya hakikat kita dilahirkan oleh allah itu untuk apa ? Kita ini adalah makhluk yang lura biasa sekali sehingga malaikat pun hormat pada kedudukan kita. Allah menciptakan kita adalah untuk menjadi wakilnya di bumi ini. Bukan berarti manusia harus mengeksploitasi seluruh kepunyaan Dia. Allah hanya menitipkan sebentar saja, karena suatu saat Dia pasti akan kembali memintanya.
Allah menciptakan manusia dan kemudian menyuruh untuk jadi wakilNya di bumi ini adalah hakikat manusia secara kepemimpinan. Dan hakikat manusia secara aplikasinya adalah menyembah Allah dengan segala kepasrahan tanpa ada paksaan untuk itu. Dan dengan itu nantinya akan mucul yang namanya Rukun iman. Tapi, manusia sering lupa akan kelemahan mereka. Kelemahan mereka tertutup dengan kesombongan yang dimiliki oleh iblis. Allah menjadikan harta, anak dan istri yang cantik adalah untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada manusia. Akan tetapi, lihatlah sebagian orang, mereka lemah terhadap materi yang diberikan oleh allah, mereka menjadi sombong karenanya.
Materi-materi yang Allah berikan sudah pasti akan hancur binasa. Hanya orang-orang yang sabar dan tabah jika materi-materi mereka hilang. Akan tetapi, orang-orang yang tak paham dengan hal itu, mereka akan ikut binasa olehnya. Hakikat orang-orang yang mencari materi saja akan membuat mereka senang secara lahir. Entah disadari atau tidak. Mereka tidak tahu bagaimana cara membahagiakan diri. Oleh karena itu mereka selalu memperkaya diri mereka dengan materi yang dimilkinya. Kekayaan itulah yang terkadang membuat hakikat kehidupan menjadi sempit, karena hanya terbatas pada lahir saja. Bandingkan jikalau ia memahami bahwa didunia luar sana yang dijanjikan oleh Allah jauh lebih baik dari semuanya. Manusia sekarang memang sebih suka instan. Mereka malas untuk menunggu, apalagi hal-hal yang ghoib yang oleh orang-orang barat digaungkan tidak ada kehidupan setelah mati. Mereka menutupi hal ini karena mereka takut mati. Mereka mencoba seluruh perhiasan-perhiasan atau apalah untuk menjadikannya kembali muda dan umur panjang.
Materi yang kita miliki ini semua ini adalah hanya sebuah ilusi yang menipu. Dipahami atau tidak. Kenyataan dunia yang kita tempati ini hanyalah sebuah citra yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji oleh berbagai persepsi-persepsi yang tidak mengandung realita. Dan persepsi ini sengaja dihadirkan untuk menggoda dan memikat. Waktu yang digunakan setiap manusia untuk mengejar kehidupan dunia ini tidaklah berguna, hanya terhenti ketika pekerjaan itu selesai. Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang menyebabkan hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sehingga hakikat kehidupan manusia disini terbagi menjadi dua bagian. Ada yang masih tertipu dengan materi imajiner yang sebenarnya tidak terlihat, akan tetapi itu dibuat untuk memikat hati setiap manusia. Dan ada yang memahami bahwa hakikat kehidupan ini hanyalah sebagai uji coba ketahanan seseorang terhadap materi. Apa yang dia pilih nantinya ? materi dunia atau syurga ?
Wallahu ‘alam bishowab

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda