Skip to main content

KETIKA KEPUTUSAN MENJADI SEBUAH YANG SAKRAL

Suatu ketika sebelum dimulainya perang Uhud, para sahabat dari anshor dan muhajirin berkumpul bersama rasulullah untuk bermusyawarah. Dalam musyawarah itu, menentukan apakah perang kali ini tetap di Madinah ataukah keluar. Itulah pembahasan mereka. Para sahabat berdebat untuk menentukan tempat itu. Para sahabat yang masih muda dengan semangat yang berapi-api, mereka ingin agar peperangan dilakukan di luar madinah atau bukit uhud, sedangkan para sahabat yang tua-tua menganjurkan agar kita di madinah saja. Dan waktu itu, Rasul mendukung yang para sahabat tua, yaitu berperang di madinah saja. Lantas dari kalangan sahabat muda menanyakan : Apakah ini adalah wahyu dari Allah ? Dan Rasul menjawab : Tidak. Maka dari itu para sahabat muda semakin berapi-ai semangatnya.

Menjadi seorang pemimpin seperti Rasulullah yang harus menentukan perkara yang rumit saat itu, karena wahyu yang diturunkan saat itu tidak turun. Maka dari itu rasulullah harus memutuskannya sendiri. Memutuskan untuk keluar berperang menuju uhud mungkin kita perlu bersusah-susah. Beda cerita dengan ketika berperang di daerah sendiri.

Memutuskan perkara yang begitu rumit dan pelik memang susah sekali. Terkadang itu yang menjadi pengganjal keputusan kita yang menurut kita enak. Fenomena Pilihan-pilihan yang sulit (Khiyaratus Sho’bah) yang dilakukan oleh Rasulullah untuk menetukan beperang di luar madinah harus mempunyai dasar, pun juga kita ketika ingin melakukannya, yang perlu dipahami agar tidak menyesal nantinya.

Kita juga harus paham bahwa semua semua keputusan itu datangnya dari Allah. Meskipun kita tidak menyukainya. Dan keputusan itu yang dirancang oleh Allah berupa kelapang dada-an kita untuk menerimanya.

Keputusan terkadang menuruti hawa nafsu kita, seprti keutusan para dewan yang menuruti keinginan mereka tanpa didasari keimanan. Padahal sebaiknya kita memutuskan sesuatu itu haruslah sesuai dengan prinsip keimanan dalam diri kita

Dan, yang harus kita ketahui untuk menentukan keputusan dalam piliha-pilihan sulit adalah kita harus tahu medannya. Bagaimana ketika rasulullah memutuskan untuk berperang keluar madinah, beliau langsung menyuruh pasukannya untuk menempati pos di atas bukit uhud.

Wallahu a’lam bishowab

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda