Skip to main content

Tingkatan Dakwah Rasulullah (مراحل الدعوة رسول الله)

Islam yang di bawa oleh rasulullah tidak serta merta langsung mendunia. Akan tetapi secara perlahan dan ada tahapan-tahapan tersebut. Islam sebagai rahmatan lil alamin hadir di dunia ini datang dan diberitakan pertama kali untuk satu orang dan dari satu orang tersebut nanti akan mendunia. Tahapan-tahapan dakwah yang dibawa oleh rasulullah mempunyai dua fase yaitu adalah fase makkah dan fase madinah. Dan dari kedua fase tersebut hanya di kelompokkan menjadi tiga tingkatan.

  1. Syiar.

Islam datang dan dibawa oleh rasulullah tidak langsung menuju ke kancah politik, walaupun sebenarnya saat rasulullah belum diangkat menjadi nabi beliau sudah menjadi orang politik. Dan ini dibuktikan beliau sebagai orang yang mendamaikan kabilah dalam hilful fudhul. Tapi, ketika islam datang yang pertama kali adalah syiar. Dan syiar ini terbagi dua fase. Ketika fase di makkah, syiar yang dikumandangkan adalah tentang aqidah, tentang tauhidullah dan seluruh masalah yang itu menyangkut mengesakan Allah, maka wajar kalau kita melihat atau merenungi dalam al-quran surat-surat yang turun di makkah itu kebanyakan berbicara tentang syahadatain, makrifatullah, dan makrifaturrasul. Karena orang-orang di makkah itu secara akhlak sudah bagus. Karena kaum quraisy itu sudah memiliki prinsip kerjasama yang baik, sifat dermawan, suka memenuhi janji, lemah lembut dan suka menolong sesama. Dan ketika di fase madinah, syiar juga yang pertama kali diusung oleh rasul, yaitu menyatukan muhajirin dan anshor, membuat nota kesepakatan dengan kaum yahudi yang berseberang(piagam madinah) dan membangun masjid. Jadi, pondasi islam yang pertama adalah syiar

  1. Siyasi

Di siyasi ini, rasulullah lebih memfokuskan di fase madinah. Dimana kekuatan syiar sudah mengakar kuat, sehingga madinah itu menjadi sebuah madinatul madani(negara madani). Dan rasulullah mulai membuka kancah perpolitikan ini dengan merancang sistem pertahanan negara melalui konsep jihad fi sabilillah. Dan kemenangan dakwah yang pertama adalah dalam perang badar. Dakwah mulai mendapatkan perisai dan komunitas muslim madinah telah mendapatkan kehormatan. Setelah kemenangan islam dalam perang badar, rasulullah kembali membuat manuver-manuver untuk mengokohkan dakwah ini yaitu dengan menempatkan para intelegen di sekitar madinah dan mekkah untuk mengantisipasi adanya kemungkinan penyerangan secara tiba-tiba yang tidak senang dengan kemenangan kaum muslim. Dalam perang uhud pun rasul membentuk majelis permusyawaratan militer. Dan di siyasi dalam islam ini juga mencetuskan rambu-rambu dalam pergerakan amal islami yaitu : kewajiban ketaatan terhadap qiyadah(pemimpin), tidak melibatkan orang-orang kafir dan orang-orang munafik dalam siyasi ini. Semangat dan rela berkorban untuk dakwah. Qiyadah juga melakukan jajak pendapat(syuro). Sabar dan teguh dalam mengharapkan ridha allah(muhammad abu ayyash:92-93).Rasul juga mengirim utusan-utusan ke kisra, muqauqis, dan beberapa raja di sekitar jazirah arab. Di tingkatan dakwah inilah rasulullah memperbaiki tandzim jamaah(aturan masyarakat), ri’ayah maknawiyah(hakikat kerakyatan) dan ri’ayah iqtishodiyah(hakikat perekonomian) dibangun.

  1. Ilmi

Tingkatan yang selanjutnya adalah ilmi. Ketika dakwah islam sudah menggema keseluruh penjuru dunia. Dan ilmi ini baru menggema ketika nabi sudah wafat. Tapi, walupun begitu ilmi ini sudah ada dan berdampingan dengan munculnya siyasi yaitu ketika para tawanan perang disuruh untuk menyalurkan ilmu mereka. Yang termasuk dalam didikan para tawanan ini adalah Ibnu Abbas yang oleh rasulullah sebagai bahrul ulum.

Wallahu ‘alam.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda