Skip to main content

Analisis Konstelasi Politik Dalam Menegarakan Islam

Sejak runtuhnya daulah turki utsmani, islam tidak lagi bersatu. Kekhilafahan terakhir dari islam hancur karena perang dunia I. Islam tidak lagi menegara, artinya sistem yang dipakai tidak pakai sistem islam. Persatuan dan kesatuan dalam tubuh umat islam mulai runtuh dan hancur. Dan kehancuran di tubuh islam merembet ke Indonesia. Walaupun efek dari hancurnya khilafah tidak terlalu besar, namun untuk mendirikan negara islam tidak lagi mudah.
Sejarah mencatat, bahwa yang pertama kali menggalang persatuan dan kesatuan islam dan nusantara yaitu sarekat islam pernah berhasil. Namun makar nasionalisme kembali berbuat ketika dalam pengesahan Piagam Jakarta. Partai-partai islam di indonesia kembali bermunculan pada tahun 1955. Suara yang signifikan membuat islam di indonesia kembali berjaya. Namun, hingga tahun 1999 partai islam tidak mendapat dukungan dari rakyat indonesia yang sebagian besar adalah islam.
Akhirnya perkembangan politik di indonesia kembali pada jalur materialisme. Dan jauh dari ajaran-ajaran islam. Paradigma bahwa politik itu kotor pun berhembus sehingga orang-orang yang paham tentang islam tidak mau memasuki parlemen, karena mereka mengganggap bahwa politik dan islam itu berbeda. Partai-partai islam pada akhirnya hanya diisi oleh orang-orang yang keislamannya kurang.
Impian-impian umat islam di indonsia semakin kecil dari apa yang diharapkan. Menjadikan islam sebagai negara bukanlah hal yang mudah pada saat itu dan mungkin sekarang masih sulit dirasa. Apalagi setelah banyak para aktivis yang ingin memajukan bangsanya dan islam ditangkapi di era orde baru. Saat itu benar-benar islam tidak dipakai oleh negara. Negara masih mengadopsi aturan-aturan buatan manusia. Dalam menegarakan islam yang sebenarnya tidak bisa, namun ada bebrapa poin yang bisa membuat solusi dalam perwujudan masyarakat islam. Yang pertama, masyarakat yang dibangun adalah masyarakat yang memiliki kedudukan yang sederajat. Artinya, tidak ada kaum kaya dan tidak ada kaum miskin. Yang kedua, tidak adanya diskriminasi. Yang ketiga, pemimpin haruslah bersikap demokratis dan tidaklah bersikap diktator. Yang terakhir, setiap individu diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.
Tapi, alhamdulillah setelah sekian lama masyarakat islam menunggu-nunggu partai islam yang benar-benar menjunjung tinggi nilai keislaman dan membawanya ke parlemen dangan adanya partai keadilan yang kemudian beganti dengan nama partai keadilan sejahtera. Dengan hadirnya partai islam tersebut, islam kembali melekat dengan politik. Tidak ada perbedaan diantara keduanya. Dan mudah-mudahan dengan hadirnya partai islam ini bisa menyatukan kembali umat islam sama seperti yang dilakukan masyumi. Menegarakan islam merupakan dari misi yang diemban oleh partai islam di indonesia. Walaupun kondisi di indonesia tidak memungkinkan, tapi harapan itu masih ada.
Wallahu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 5 # Seri Ushul 'Isyrin

"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin

"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya." Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ? Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59