Ini merupakan salah satu tulisan yang ana buat ketika sedang berjuang mati-matian memenuhi tugas dari praDM2 KAMMI.
Kita tidak akan pernah tahu kapan konflik berkepanjangan antara israel dengan palestina itu bisa berakhir. Sejak tahun 1955, Israel sudah menduduki tanah palestina. Selama itu pula, mereka melakukan perang dengan palestina, gencatan senjata, perang, dan begitu seterusnya mungkin tidak akan berakhir hingga hari kiamat. Tapi, disini kita tidak akan panjang lebar membahas kedatangan israel ke palestina atau dari segi historisnya. Akan tetapi disini kita coba melihat dari sisi yang lain, yaitu dari segi Hukum Internasional.
Masalah antara palestina dengan israel ini sebagian besarnya adalah terkait masalah hak asasi manusia (HAM). Dimana hukum internasional juga membawahinya. Artinya, ketika ada pelanggaran HAM, maka hukum internasional tersebut berlaku. Dan ini yang dalam konteks piagam PBB pernah disinggung,”PBB akan memajukan penghormatan dan kepatuhan terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua bangsa tanpa membedakan suku, bangsa, kelamin, bahasa atau agama.”(pasal 55 c paigam PBB). Tapi apa yang terjadi di lapangan ? 50 resolusi yang dibuat PBB untuk menghentikan konflik yang terjadi di palestina dan israel tidak pernah digubris oleh israel. Maka disini, kita akan bertanya,”Apa PBB tidak bisa menyelesaikan konflik antara palestina dengan israel ?”. PBB itu sebenarnya bukan tidak bisa, dalam arti sebenarnya PBB itu bisa menyelesaikan konflik tersebut, lihat saja konflik di afrika mampu diselesaikan oleh PBB. Akan tetapi, ada pihak ketiga yang senatiasa menggagalkan penyelesaian konflik tersebut.
Masalah antara palestina dengan israel ini yang menurut Todung Mulya Loebis adalah sebuah kejahatan perang (war crime) dan kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity). Kenapa kejahatan perang dan kenapa kejahatan atas kemanusiaan ? Dalam hukum internasional, hukum perang (laws of war) diatur sedemikian rinci. Semua hukum yang berlaku mensyaratkan agar dalam perang semua tindakan (ius in bello) tunduk kepada hukum perang, dimana penduduk sipil dan tempat-tempat publik tidak boleh diserang. Tetapi pada kenyataannya, israel yang seharusnya sudah paham dengan hukum ini tidak sekalipun mau tunduk. Kita melihat di televisi-televisi; rumah-rumah, sekolah-sekolah, dan rumah sakit-rumah sakit yang ada di palestina hancur berantakan. Padahal seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena melanggar hukum internasional itu tadi.
Lalu, syarat yang kedua adalah alasan untuk perang (ius ad bellum), jadi suatu perang itu dilakukan bukan karena semata-mata ingin perang atau hanya sekedar menguasai daerah tertentu. Disinilah ius in bello dan ius ad bellum berhubungan satu sama yang lainnya, sehingga membatasi perang ini sebagai self defense dan atau respon terhadap tindakan permusuhan (conduct of hostilities).
Jikalau ditelusuri dengan cermat dari kedua syarat tadi atau bahwasanya perang itu boleh asalkan sebagai self defense atau conduct of hostilities, maka israel tidaklah memasuki kriteria dari kesemuanya. Jadi sesungguhnya konflik ini direncanakan oleh israel, karena tidak mungkin israel berdalih dengan self defense dengan persenjataan super canggih melawan persenjataan apa adanya. Kalau secara psikologis, tidak mungkin persenjataan yang apa adanya berani menantang persenjataan yang super canggih. Dan israel tentu juga tidak mungkin berdalih karena respon terhadap tindakan permusuhan yang dilakukan oleh palestina. Kalau memang itu adalah respon terhadap tindakan permusuhan, maka sudah barang tentu segala tempat-tempat publik yang ada di israel lebih parah ketimbang dari milik palestina. Tetapi, realita di dunia berbicara lain.
Wallahu a’lam bisshowab.
assalamu'alaikum wr. wb.
ReplyDeletesaya izin untuk menggunakan artikel ini sebagai tugas sekolah...
saya akan menunjukan sumber..
syukron
wassalamu'alaikum wr. wb.
ok tafadhol....
ReplyDelete