Skip to main content

Membangun Arsitek Peradaban (Refleksi Kemerdekaan Indonesia ke-65)

Saya akan memulai awal tulisan ini dengan satu perkataan bijak dari Quran Surat Fushilat ayat 33 :

"و من احسن قولاً ممن دعا الى الله و عملا صا لحا وقال : اننى من المسلمين "

Yang artinya : “ Dan sebaik-baik perkataan adalah perkataan yang mengajak kepada Allah dan amalan yang shalih dan berkata : bahwa sesungguhnya saya termasuk orang yang muslim. “ Saya berharap, ini menjadi suatu tulisan yang nantinya menjadi perkataan yang mengajak kepada Allah.

Sebentar lagi sejarah indonesia akan kembali terulang. Kemerdekaan Indonesia atas segala penjajahan. Pada tanggal 17 agustus nanti, kita akan menyaksikan gegap gempita dari rakyat indonesia. Nanti juga akan kita saksikan di seluruh nusantara ini akan banyak perlombaan untuk menyemarakan kemerdekaan ini. Tapi, apakah kemerdekaan ini harus diwarnai dengan banyaknya perlombaan, apakah kemerdekaan ini harus diwarnai dengan senang-senang. Yang menjadi istimewa dalam perayaan kemerdekaan ini adalah bertepatan dengan puasa. Sehingga kalau kita kalkulasikan, bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya akan datang sebentar lagi. Ini merupakan suatu harapan, dan harapan itu adalah nafas dari setiap pergerakan yang akan tenggelam. Selama masih ada harapan, maka sesungguhnya indonesia ini tidak akan hancur.

Memang, selama ini kita mungkin tidak merasakan adanya perubahan dari kemerdekaan itu sendiri. Kemerdekaan itu datang dari seorang arsitek peradaban. Dimana dia memiliki gagasan yang hebat. Karena peradaban-peradaban besar selalu lahir dari gagasan-gagasan besar. Dan gagasan-gagasan besar itu datang dari akal-akal besar yang tidak lain adalah arsitek peradaban[1]. Kemerdekaan lahir dari para founding father yang notabene adalah para arsitek sesungguhnya. Kita melihat disana ada Soekarno, Muhammad Hatta, Haji Agus Salim, Muhammad Natsir. Mereka memiliki akal-akal besar yang melahirkan sebuah gagasan besar dan membawa nama-nama mereka ke dalam peradaban baru yang bernama indonesia.

Nah, pertanyaan selanjutnya adalah, dimana para arsitek itu sekarang ? dimanakah otak-otak besar yang selalu mencetuskan gagasa-gagasan besar. Dimanakah para umar-umar yang ahli dalam membangun peradaban itu ? dan saat ini, itulah yang menjadi bagian paling krusial yang menimpa indonesia kita. Bagaimana nanti kita bisa membangun arsitek peradaban yang tidak hanya untuk indonesia, tapi untuk seluruh dunia. Kebesaran sejarah yang dimiliki indonesia ini bukan untuk melemahkan apalagi melumpuhkan akal-akal para arsitek baru. Sejarah yang besar dari sebuah negara, bukan untuk dinikmati, akan tetapi bagaimana kita mencoba merenungi hakikat dari kemerdekaan itu seperti apa. Karena sesungguhnya dengan menikmati sejarah bangsa ini, kita bukan menjadi seorang yang mengalami kelumpuhan berfikir kritis, mengalami kelemahan dalam menciptakan gagasan-gagasan baru yang mengguncang dunia.

Dalam sebuah, ayat di dalam al-quran bahwa Allah menegaskan Dia tidak akan mengubah suatu kaum sampai kaum (masyarakat) itu mau mengubah diri mereka sendiri. Artinya apa ? artinya, sebuah peradaban itu akan muncul kembali ketika kita mau mengubah mindset pikiran kita. kita berhenti sejenak untuk bersenang-senang. Kita mau merekonstruksinya agar mampu menampilkan sebuah peradaban baru untuk indonesia. Mindset berpikir yang terlalu pragmatis harus kita hilangkan dari dalam tubuh setiap indonesia. Karena saat ini, indonesia benar-benar membutuhkan seorang Soekarno yang ahli dalam pemerintahan, seorang Muhammad hatta yang ahli dalam bidang ekonomi, seorang Muhammad Natsir yang ahli dalam melakukan lobby-lobby besar. Seorang Agus Salim yang ahli dalam islam atau seorang ulama yang disegani. Indonesia sesungguhnya membutuhkan mereka semua. Dan arsitek peradaban muncul hanya dengan ide-ide yang besar sesuai dengan peradaban itu.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya akan menuliskan suatu hadits riwayat Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, halaman 475 terjemahan dalam bahasa indonesia. Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash : Aku mendengar Rasulullah bersabda : “ Allah tidak mengambil ilmu islam itu dengan cara mencabutnya dari manusia. Sebaliknya Allah mengambil para ulama sehingga tidak tertinggal walau seorang pun. Manusia melantik ORANG JAHIL MENJADI PEMIMPIN, menyebabkan apabila mereka ditanya mereka MEMBERI FATWA TANPA BERDASARKAN ILMU PENGETAHUAN. Akhirnya mereka SESAT dan MENYESATKAN orang lain pula.”

Semoga arsitek peradaban bangsa ini bukanlah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam ORANG JAHIL itu.

Wallahu a’lam.



[1] Dari Gerakan ke Negara. Matta, M Anis. Maret 2010

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda