Skip to main content

Muslim substansi dan Muslim simbolik

Membicarakan masalah islam substansi dan masalah islam simbolik, alangkah lebih baiknya kita berbicara masalah definisi dari keduanya. Apa itu substansi dan apa itu simbolik. Baiklah, akan saya jelaskan makna dari simbolik itu sendiri. Simbolik artinya adalah dari akar kata SIMBOL, kemudian mendapatkan imbuhan -ik yang artinya adalah hanyalah sekedar simbol/tanda saja tidak lebih. Sedangkan makna dari substansi itu sendiri adalah esensi, atau inti dari suatu kata itu sendiri.
Secara agama memang tidak beda, karena memang sama-sama islam. Sebenarnya masalah ini memang seharusnya sudah tidak lagi di-blow up lagi, karena seharusnya orang-orang muslim itu sudah memahami apa makna dari islam itu sendiri. Dan seharusnya lagi, orang-orang muslim itu sekarang sudah memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. Tapi, kenapa masalah ini di naikkan lagi ? Satu pertanyaan yang lumayan bagus, karena sekarang ini ternyata pemahaman orang-orang muslim itu sendiri kurang menyeluruh. Padahal dikatakan bahwa islam itu adalah agama yang paling menyeluruh dan tidaka ada agama yang paling sempurna kecuali islam. Itulah mengapa saya perlu menggangkat tema ini lagi. Bahwa islam itu agama politik, agama ekonomi, agama sosial, agama budaya ataupun yang lainnya.
Muslim substansi atau muslim yang benar-benar islam adalah seseorang muslim yang memahami islam tidak setengah-setengah, atau tidak itu saja. Memahami urgensi sholat yang tadinya menjadi sebuah kewajiban menjadi sebuah keharusan. Kekhusyuan dalam beribadah menjadi identitasnya dalam sebuah islam yang substansi. Muslim substansi terkadang lebih semangat ketika ia mendengarkan hal-hal yang lebih urgen ketimbang mendengarkan perdebatan-perdebatan masalah yang furu', yang itu bisa menimbulkan perpecahan. Muslim substansi adalah muslim yang memberikan pahala bukan hanya untuknya, akan tetapi muslim yang memberikan pahala untuk dirinya dan untuk orang lain. Sebenarnya antara muslim simbolik dan muslim substansi ini hampir tidak ada perbedaannya. Yang membedakan mereka hanya dilihat oleh Allah. Mereka sama-sama mengerjakan sholat, mereka sama-sama menunaikan haji, mereka sama-sama berpuasa.
Muslim simbolik itu adalah seorang muslim yang memahami islam hanya dengan sebatas rukun islam saja. Memahami islam hanya untuk dirinya sendiri. Kita bisa melihat orang seperti ini ketika sholatnya menjadi khusyuk saat ia dilihat oleh orang banyak, oleh mertuanya. Makanya, sebenarnya antara muslim substansi dan muslim simbolik tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah. Mereka lebih suka berdebat dalam hal-hal yang tidak berguna. Muslim KTP belum tentu muslim simbolik, akan tetapi muslim simbolik mungkin bisa menjadi muslim KTP, begitu pun dengan muslim substansi. Tapi, ke-KTP-an mereka tidak begitu mempengaruhi mereka. Karena, sekali lagi bahwa muslim KTP itu adalah KTP-nya yang muslim, bukan orangnya. Mereka muslim tapi sering mabuk-mabukan, sering main dengan cewek yang bukan mahram. sering mengumpat. Tapi kalau muslim simbolik adalah dari pemikiran mereka. Mereka memahami islam itu sempit.
Mudah-mudahan kita dijauhkan oleh hal-hal yang seperti itu. Wallahu a'lam

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 5 # Seri Ushul 'Isyrin

"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin

"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya." Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ? Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59