Skip to main content

Peran Intelektual Profetik dalam Menegarakan Islam

Temen-temen mungkin belum mengenal terlalu dalam apa yang dimaksud dengan intelektual profetik itu. Sebenarnya, intelektual profetik dengan para intelektual yang lainnya itu hampir sama. Hanya bedanya terdapat pada landasan mereka. Ketika para intelektual berfikir, mereka hanya berlandaskan kebebasan akal, tanpa melihat bahwa kedudukan mereka adalah sebagai manusia, sehingga mereka menuhankan akal mereka. Beda dengan intelektual profetik, mereka tetap memerdekakan akal mereka, tapi kemerdekaan akal mereka ada batasannya, yaitu adalah al-Quran dan as-Sunnah. Jadi, sebebas-bebasnya mereka berfikir, tetap ada koridor untuk berfikir. Ini bukan berarti membatasi mereka untuk berfikir. Dalam Ali-Imron ayat 190-191 :

"sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal(Ulul Albab). yaitu orang-orang yang mengingat allah sambilberdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Jikalau dalam bahasa al-Quran, intelektual profetik itu adalah Ulul Albab itu sendiri. Profetik itu sendiri dalam maknanya adalah dari akar kata Prophet yang artinya Nabi. Kalau profetik itu berarti maknanya adalah kenabian. Artinya bahwa setiap pemikiran-pemikiran dari kita itu ada koridornya yaitu Quran dan Sunnah itu sendiri. Lalu, apa hubungan antara intelektual profetik dengan menegarakan islam ? Mengapa harus intelektual profetik ?
Mari kita kaji bersama, mengapa harus intelektual yang menegarakan islam ? pertama adalah tentunya bagaimana kita mentransformasikan nilai-nilai islam di dalam negara, dan itu yang harus dilakukan oleh orang-orang intelek yang tidak asal intelek saja, tapi dia harus memiliki visi dan misi untuk islam yang universal. Dan itu bisa dilakukan oleh orang-orang intelektual profetik. Mereka selalu mentransformasikan nilai-nilai islam kedalam negeri ini, karena sesungguhnya negeri ini butuh seorang negarawan yang tidak hanya negarawan saja, tapi juga seorang muslim. Muslim negarawan.
Alasan yang kedua, adalah mereka ini mempunyai idealisme seorang muslim sejati, yang tidak rela jika agamanya digadaikan, dan tidak rela jika negaranya hancur. Itulah mengapa seorang intelektual profetik sangat kritis terhadap pergolakan di negaranya.
Negara sangat membutuhkan orang-orang ini, karena mereka sesungguhnya adalah agen kebaikan yang tidak hanya baik dalam konsep, tapi baik dalam teknis. Mereka selalu memberikan solusi yang terbaik dan solusi terbaik mereka adalah solusi islam. Karena dalam ideologi mereka adalah Solusi Islam adalah tawaran perjuangan kammi.
Peran yang sangat signifikan ini tentunya harus dari orang-orang intelek yang tidak hanya profetik, tapi juga seorang intelek yang mau mempertaruhkan nyawa dan waktu untuk memikirkan indonesia ke depan.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda