Masih terekam dalam memori otak kita bagaimana kisah dari Ibrahim yang diutus oleh Allah untuk dakwah ke Palestina. Sang istrinya, Hajar, ketika Ibrahim akan berangkat ke palestina ini bertanya pada Ibrahim; “Wahai Ibrahim mau kemana engkau ?”. Akan tetapi, pertanyaan itu tidak dijawab oleh kholilullah. Hal ini sangatlah wajar, karena saat itu hajar sedang hamil. Ibrahim tidak ingin menyakiti perasaan sang istri, kemudian ia melanjutkan perjalanannya. Akan tetapi, oleh Hajar ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Dan Ibrahim pun tidak menjawab, ia tetap berjalan dengan perasaan yang sakit karena harus meninggalkan sang istri yang sedang hamil. Hingga pertanyaan ketiga dari Hajar, Ibrahim tetap melajutkan perjalanan. Karena merasa pertanyaannya tidak pernah dijawab oleh Ibrahim, maka Hajar mengganti pertanyaan; “Apakah ini adalah perintah dari Allah, kalau perintah dari Allah maka sekali-kali Allah tidak akan pernah meninggalkanku di tanah yang tandus ini. Maka seketika itu, Ibrahim menganggukkan kepalanya dan pergi.
Dari kisah di atas, bagaimana hajar yang sedang hamil dan kemudian ditinggal sendiri oleh sang suami untuk berdakwah. Kalau kita mungkin akan menganggap Ibrahim adalah suami yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, ketika dakwah yang menjadi kepentingan yang teratas dari segalanya, maka ia akan mengorbankan segalanya. Begitu juga dengan Ibrahim. Dengan sangat berat ia meninggalkan istrinya di padang pasir yang tandus, dan belum berpenghuni dalam keadaan hamil. Namun, pelajaran yang dapat diambil disini adalah keimanan Hajar yang sangat kuat ketika akan ditinggal oleh sang suami untuk berdakwah. Ia sama sekali tak pernah ragu kepada Allah bahwa ketika ia ditinggal oleh suami, maka ia akan tidak bisa makan, ia tidak bisa minum. Keimanan yang kuat ini yang akan membawa embrionya kepada anaknya, Ismail.
Keimanan yang kuat, adalah syarat utama dalam melaksanakan tugas-tugas Allah yang sangat berat. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka Ibrahim tidak akan rela meninggalkan istrinya Hajar. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka tidak mungkin Hajar akan mengatakan bahwa Allah sekali-kali tidak akan pernh meninggalkanku sendirian. Syarat itu pula yang menjadi titik tolak dari seluruh perkataan Allah dalam beberapa ayat yang berbunyi :”ya ayyuhal ladzina amanu…”. Ketika Allah berfirman dengan kata-kata tadi maka perbuatan yang menyuruh orang-orang beriman akan terlihat berat. Seperti contoh: “Hai orang-orang yang beriman minta pertolonganlah pada sabar dan sholat…”. Dua suruhan dari Allah ini kalau tidak dilakukan tanpa keimanan yang kuat, maka sungguh tidak akan bisa terlaksana. Hajar, sesungguhnya telah mereguk nikmatnya keimanan yang kuat melebihi dari segalanya. Dan itu ternyata dibuktikan oleh Allah, Hajar percaya dengan sepenuh hatinya bahwa ia tidak sendirian. Allah menolongnya dengan munculnya Zam-Zam. Dan tempat yang ia tinggali kini menjadi suatu kota yang makmur, Yaitu kota Makkah. Sebelum kota makkah disinggahi, tempat ini sangat gersang, tapi karena keimanan Hajar, bukan hanya hatinya yang menjadi damai, tentram, dan sejuk. Akan tetapi, seluruh Alam disekitarnya akan menjadi damai, tentram dan sejuk pula. Keimanan yang kuat secara vertical, maka dampaknya adalah keimanan yang kuat secara horizontal. Sama ketika harta ini dipengang oleh orang yang saleh, maka berkahlah harta itu.
Wallahu a’lam bishowab
Dari kisah di atas, bagaimana hajar yang sedang hamil dan kemudian ditinggal sendiri oleh sang suami untuk berdakwah. Kalau kita mungkin akan menganggap Ibrahim adalah suami yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, ketika dakwah yang menjadi kepentingan yang teratas dari segalanya, maka ia akan mengorbankan segalanya. Begitu juga dengan Ibrahim. Dengan sangat berat ia meninggalkan istrinya di padang pasir yang tandus, dan belum berpenghuni dalam keadaan hamil. Namun, pelajaran yang dapat diambil disini adalah keimanan Hajar yang sangat kuat ketika akan ditinggal oleh sang suami untuk berdakwah. Ia sama sekali tak pernah ragu kepada Allah bahwa ketika ia ditinggal oleh suami, maka ia akan tidak bisa makan, ia tidak bisa minum. Keimanan yang kuat ini yang akan membawa embrionya kepada anaknya, Ismail.
Keimanan yang kuat, adalah syarat utama dalam melaksanakan tugas-tugas Allah yang sangat berat. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka Ibrahim tidak akan rela meninggalkan istrinya Hajar. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka tidak mungkin Hajar akan mengatakan bahwa Allah sekali-kali tidak akan pernh meninggalkanku sendirian. Syarat itu pula yang menjadi titik tolak dari seluruh perkataan Allah dalam beberapa ayat yang berbunyi :”ya ayyuhal ladzina amanu…”. Ketika Allah berfirman dengan kata-kata tadi maka perbuatan yang menyuruh orang-orang beriman akan terlihat berat. Seperti contoh: “Hai orang-orang yang beriman minta pertolonganlah pada sabar dan sholat…”. Dua suruhan dari Allah ini kalau tidak dilakukan tanpa keimanan yang kuat, maka sungguh tidak akan bisa terlaksana. Hajar, sesungguhnya telah mereguk nikmatnya keimanan yang kuat melebihi dari segalanya. Dan itu ternyata dibuktikan oleh Allah, Hajar percaya dengan sepenuh hatinya bahwa ia tidak sendirian. Allah menolongnya dengan munculnya Zam-Zam. Dan tempat yang ia tinggali kini menjadi suatu kota yang makmur, Yaitu kota Makkah. Sebelum kota makkah disinggahi, tempat ini sangat gersang, tapi karena keimanan Hajar, bukan hanya hatinya yang menjadi damai, tentram, dan sejuk. Akan tetapi, seluruh Alam disekitarnya akan menjadi damai, tentram dan sejuk pula. Keimanan yang kuat secara vertical, maka dampaknya adalah keimanan yang kuat secara horizontal. Sama ketika harta ini dipengang oleh orang yang saleh, maka berkahlah harta itu.
Wallahu a’lam bishowab
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!