Skip to main content

Belajar keimanan dari Ibunda Ismail.as

Masih terekam dalam memori otak kita bagaimana kisah dari Ibrahim yang diutus oleh Allah untuk dakwah ke Palestina. Sang istrinya, Hajar, ketika Ibrahim akan berangkat ke palestina ini bertanya pada Ibrahim; “Wahai Ibrahim mau kemana engkau ?”. Akan tetapi, pertanyaan itu tidak dijawab oleh kholilullah. Hal ini sangatlah wajar, karena saat itu hajar sedang hamil. Ibrahim tidak ingin menyakiti perasaan sang istri, kemudian ia melanjutkan perjalanannya. Akan tetapi, oleh Hajar ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Dan Ibrahim pun tidak menjawab, ia tetap berjalan dengan perasaan yang sakit karena harus meninggalkan sang istri yang sedang hamil. Hingga pertanyaan ketiga dari Hajar, Ibrahim tetap melajutkan perjalanan. Karena merasa pertanyaannya tidak pernah dijawab oleh Ibrahim, maka Hajar mengganti pertanyaan; “Apakah ini adalah perintah dari Allah, kalau perintah dari Allah maka sekali-kali Allah tidak akan pernah meninggalkanku di tanah yang tandus ini. Maka seketika itu, Ibrahim menganggukkan kepalanya dan pergi.

Dari kisah di atas, bagaimana hajar yang sedang hamil dan kemudian ditinggal sendiri oleh sang suami untuk berdakwah. Kalau kita mungkin akan menganggap Ibrahim adalah suami yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, ketika dakwah yang menjadi kepentingan yang teratas dari segalanya, maka ia akan mengorbankan segalanya. Begitu juga dengan Ibrahim. Dengan sangat berat ia meninggalkan istrinya di padang pasir yang tandus, dan belum berpenghuni dalam keadaan hamil. Namun, pelajaran yang dapat diambil disini adalah keimanan Hajar yang sangat kuat ketika akan ditinggal oleh sang suami untuk berdakwah. Ia sama sekali tak pernah ragu kepada Allah bahwa ketika ia ditinggal oleh suami, maka ia akan tidak bisa makan, ia tidak bisa minum. Keimanan yang kuat ini yang akan membawa embrionya kepada anaknya, Ismail.

Keimanan yang kuat, adalah syarat utama dalam melaksanakan tugas-tugas Allah yang sangat berat. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka Ibrahim tidak akan rela meninggalkan istrinya Hajar. Kalau tanpa keimanan yang kuat, maka tidak mungkin Hajar akan mengatakan bahwa Allah sekali-kali tidak akan pernh meninggalkanku sendirian. Syarat itu pula yang menjadi titik tolak dari seluruh perkataan Allah dalam beberapa ayat yang berbunyi :”ya ayyuhal ladzina amanu…”. Ketika Allah berfirman dengan kata-kata tadi maka perbuatan yang menyuruh orang-orang beriman akan terlihat berat. Seperti contoh: “Hai orang-orang yang beriman minta pertolonganlah pada sabar dan sholat…”. Dua suruhan dari Allah ini kalau tidak dilakukan tanpa keimanan yang kuat, maka sungguh tidak akan bisa terlaksana. Hajar, sesungguhnya telah mereguk nikmatnya keimanan yang kuat melebihi dari segalanya. Dan itu ternyata dibuktikan oleh Allah, Hajar percaya dengan sepenuh hatinya bahwa ia tidak sendirian. Allah menolongnya dengan munculnya Zam-Zam. Dan tempat yang ia tinggali kini menjadi suatu kota yang makmur, Yaitu kota Makkah. Sebelum kota makkah disinggahi, tempat ini sangat gersang, tapi karena keimanan Hajar, bukan hanya hatinya yang menjadi damai, tentram, dan sejuk. Akan tetapi, seluruh Alam disekitarnya akan menjadi damai, tentram dan sejuk pula. Keimanan yang kuat secara vertical, maka dampaknya adalah keimanan yang kuat secara horizontal. Sama ketika harta ini dipengang oleh orang yang saleh, maka berkahlah harta itu.
Wallahu a’lam bishowab

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda