Skip to main content

Pemuda, Kehilangan Identitasnya

Dalam waktu yang singkat ini, kita khususnya pada pemuda akan merayakan satu momentum yang sangat besar. Bahkan peristiwa ini dicatat dalam sejarah Indonesia. Ya, sumpah pemuda, para pemuda berkumpul, mereka berupaya merumuskan suatu solusi yang solutif untuk segera mengakhiri penjajahan di bumi pertiwi ini. Itu disaat jaman mereka, beda pula saat jaman kita.

“itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.”
Sekarang ini, kita sebagai pemuda hanya bisa mengambil manfaat daripadanya. Kata ulama Ibn Syakir al-Katibi: “ Allah telah memilih kita sebagai ummat yang terakhir dan memberitakan pada kita tentang keadaan orang-orang dahulu, agar yang lalu menjadi nasehat dan petunjuk untuk memasuki jaman yang masih hampa.” Jangan sampai sejarah emas yang dahulu ditorehkan oleh para pemuda hancur karena kita tidak melestarikannya. Jangan sampai kita menjadi antithesis bagi sejarah-sejarah yang ada. Karena sesungguhnya kita adalah mata rantai yang saling berkaitan membentuk barisan yang kokoh(bunyanun marsus).
Tapi, untuk sekarang ini entah kita meyakini atau tidak. Merasakan atau tidak, yang jelas kita sebagai pemuda ini sudah menjadi antithesis dari apa yang pernah dilakukan oleh para pemuda yang berkumpul untuk membicarakan politik. Mereka mungkin bisa bersatu karena mereka dijajah. Tapi sekarang kita tidak ada yang menjajah, jadi wajar kalau generasi pemuda seperti ini. Perkataan di atas tidak jarang dilontarkan oleh pemuda-pemuda yang tidak bertanggung jawab atas dirinya, negara dan bangsa.
Maka dari itu kawan sekalian, sesungguhnya kita, hari ini telah dijajah dengan sesuatu yang sifatnya abstrak. Sifat itu adalah kemalasan, kesombongan, dan banyak menghamburkan waktu. Doktrin yang selalu digaungkan bahwa pemuda adalah agent of change, mungkin nanti akan mengalami disintegrasi. Karena apa ? karena para pemudanya kalah dalam 3 sifat tersebut, yang seharusnya bisa dilawan. Kemalasan yang berujung pada kehampaan aktivitas. Padahal pemuda dituntut untuk banyak beraktivitas. Aktivitas yang akan kita kerjaan jauh lebih banyak dari waktu yang tersedia. Sebarapa banyak kita mampu melakukannya itulah yang menjadi indikator manusia abad 21.
Kesombongan, satu hal yang seharusnya ditakuti oleh para pemuda adalah sifat ini. Kesombongan mampu menghabiskan segala hal yang kita punya. Sejarah telah berkata, bahwa orang-orang yang sombong akan hancur bersama harta dan lain-lainnya. Kita bisa lihat nasib fir’aun, Qarun. Sejarah juga menuliskan bahwa sombong mampu mengakomodasi segala perbuatan jelek lainnya.
Dan yang terakhir, saya ingin menyimpulkan bahwa saat ini kita, para pemuda telah kehilangan identitasnya. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari kita. Karya-karya monumental telah habis ditelan masa. Tapi, sebaliknya, saya juga masih punya harapan kepada para pemuda, bahwa suatu saat Allah akan mengganti generasi yang jelek kepada generasi yang bagus, taat kepada Robb-nya. Seperti yang digambarkan dalam surat kahfi ayat 13

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda