Skip to main content

Membina Generasi Intelegensia (Refleksi Hari Guru se-Indonesia)

Hari ini telah terjadi suatu hari yang sangat berarti bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai guru, ataupun manusia yang mendidik manusia yang lainnya entah itu ustadz, kyai, dosen ataupun yang sejenisnya. Guru, atau sering kita kenal dengan ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’ adalah salah satu tonggak bangkitnya peradaban bangsa. Kita bisa melihat sejarah Jepang yang setelah mengalami kekalahan pada perang dunia II dengan ditandainya bom Hiroshima dan Nagasaki. Apa yang dilakukan oleh kaisar Jepang saat itu ? Ya, kaisar Jepang menyuruh untuk mengumpulkan guru-guru yang masih hidup untuk kemudian diberi segala fasilitas yang ada untuk membangkitkan semangat belajar dan gairah untuk hidup. Dalam cerita yang ditulis oleh novelis ‘Sang Pemimpi’ Andrea Hirata juga menggambarkan bagaimana pemikiran sang guru yang kemudian ditransformasikan kepada muridnya dalam bentuk yang konkret. Mimpi yang dibuat oleh guru, diwujudkan oleh muridnya. Cita-cita yang diimpikan Arai mungkin tak akan terwujud kalau tanpa semangat yang begitu membara dari guru SMA yang begitu menggebu-gebu memberikan mimpi-mimpi indahnya yang abstrak-karena mereka tinggal jauh dari kota- tapi mampu diterjemahkan oleh muridnya Arai sebagai suatu Visi.
Yah, itulah mungkin sepenggal kisah atau cerita tentang heroiknya guru di mata manusia. Maka, banyaklah orang berlomba-lomba untuk menjadi guru di Indonesia. Sosok yang satu ini memang sangat berguna untuk mendidik anak bangsa. Kalau tanpa seorang guru, maka kita tidak akan mengenal Susilo Bambang Yudhoyono, kita tidak mengenal Hidayat Nur Wahid, Anis Matta. Orang-orang terkenal seperti Aa Gym, Arifin Ilham bahkan artis sekalipun, mereka tidak akan muncul tanpa adanya guru yang membimbing mereka. Guru yang kita kenal, mungkin untuk saat ini lebih terlihat menjenuhkan saat mereka mengajar, saat mereka menjelaskan, kita tidur, ngobrol sendiri. Akan tetapi, bagaimana saat kita sudah tidak bertemu dengannya. Mungkin akan sangat berarti kehadiran mereka dalam mencerdaskan kita.
Oleh karena itu, membina generasi Intelegensia adalah suatu keharusan bagi seorang guru. Tonggak bangsa ini dari mereka. Ketika mereka gagal membina generasi ini, maka sesungguhnya akan menjadi bomerang bagi bangsa ini. Mereka kritis tapi tidak membangun. Mereka peka tapi tak acuh. Seperti itulah jika para guru gagal membina generasi intelegensia. Generasi yang ditunggu-tunggu oleh bangsa ini yang sedang terpuruk. Gurulah yang mengajari idealisme para murid,santri dan mahasiswa. Pemikiran-pemikiran generasi ini bisa dilihat dari bagaimana mereka dekat dengan guru mereka.
Akhirnya, sosok manusia ini menjadi penting, sangat penting. Para guru, mungkin ini ada sedikit nasehat dari para murid-muridmu. “Jangan sampai engkau mengalami disorentasi dalam membina generasi intelegensia. Bisa fatal akibatnya, jika engkau sampai gagal. Engkau ditakdirkan oleh allah untuk membina generasi ini demi terciptanya bangsa yang sejahtera”
Wallahu a’lam....

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda