Pertanyaan diatas sebenarnya sudah pernah diajukan oleh Bang Fahri Hamzah dalam bedah bukunya di Jogja. Sebenarnya bukan pertanyaan yang tidak mesti dijawab, akan tetapi sebuah pertanyaan untuk direnungi. Kenapa kemudian anak-anak yatim piatu di Indonesia ini (yang mayoritas Islam) dimasukkan ke dalam Panti Asuhan ?? Ini mengundang pertanyaan yang besar untuk kita semua. Apakah kemudian Islam tidak menghargai anak-anak yatim ? Padahal kalau kita lihat di barat (samplenya Amerika), anak-anak Yatim ini kemudian mereka adopsi, mereka rawat layaknya keluarga mereka, seolah dia berada dalam keluarganya sendiri.
Turki - sambung Bang Fahri Hamzah - ketika ingin bergabung dengan UNI EROPA, orang-orang UNI EROPA tidak setuju, bukan karena sebagian negaranya berada di asia, akan tetapi, ternyata disana juga masih banyak anak-anak yatim yang ditaruh di Panti Asuhan. Akhirnya dengan beberapa kebijakan - kebijakan dari pemerintah, maka panti asuhan-panti asuhan di Turki dihilangkan dan anak-anak yatim piatu kemudian diadopsi oleh masyarakat sekitar. Lantas bagaimana dengan Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim ? Ini patut dipertanyakan, melihat bahwa Kanjeng Nabi pun pernah mengatakan dalam haditsnya seperti ini : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahab dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz bin Abu Hazim dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ayahku dia berkata; saya mendengar Sahl bin Sa'd dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Aku dan orang yang menanggung anak yatim berada di surga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah."(HR.Bukhari)
Barangkali (hipotesis penulis) dengan kita mengadopsi anak-anak miskin, maka segala urusan yang kita punya akan dimudahkan oleh Allah. Maka disini, mungkin kita bisa mengajukan sebuah solusi Islam, bahwa mengurusi anak yatim adalah bagian deri negara, lalu kemudian mereka ditaruh di panti asuhan, dimana kalau kita tahu uang-uang tunjangan untuk panti asuhan itu banyak yang tidak turun ke panti asuhan secara penuh, pasti ada pungutan-pungutan liar yang diambil oleh Mafia Pajak. Oleh karena permasalahan itulah, kemudian kita mencoba memberikan sebuah masukan kepada negara ini, hilangkan yang namanya panti asuhan-panti asuhan lalu kemudian negara ini harus membuat kebijakan seperti turki yaitu dengan membuat kebijakan bahwa setiap masyarakat yang mampu untuk mengurusi anak-anak yatim piatu tersebut. Setelah masyarakat mengadopsi anak-anak tersebut, bukan berarti negara lepas tangan begitu saja, karena sesungguhnya kepala negara wajib hukumnya untuk mensejahterakan rakyatnya, coba lihat bagaimana Umar bin Abdul Aziz sampai menangis ketika beliau tidak mampu mensejahtekan rakyatnya. Lantas, apa yang harus dilakukan oleh negara ketika anak-anak yatim piatu ini sudah diadopsi oleh masyarakat mampu ??
Berikan mereka tunjangan, berikan mereka tunjangan hingga umurnya mencapai kemampuan untuk mencari nafkah mereka sendiri. Artinya begini, anak-anak kecil yang laki-laki, maka negara harus mampu membiayai sekolahnya hingga perguruan tinggi (kalau mampu), ataupun jika tidak mampu maka, tunjangan mereka haruslah selesai saat mereka SMA/SMU, ini berlaku untuk laki-laki. Lalu bagaimana untuk anak-anak kecil yang perempuan ?? Berikan tunjungan bagi anak perempuan hingga mereka menikah. Ini melihat bahwa wanita yang kemudian tidak diurus oleh keluarga, potensi menjadi wanita liarnya jauh lebih berbahaya daripada laki-laki (ini hanya hipotesis penulis).
Negara tidak perlu memberikan tunjangan kepada mereka per bulan. Cukup hitung keperluan mereka makan perbulan, pakaian mereka yang harus mereka kenakan, tunjangan sekolah dari buku tulis, seragam sekolah, dan lain-lain. Tunjangan ini langsung negara kasihkan tunai selama mereka belum mampu mencari nafkah (kalau mau memakai hitung-hitungan bisa juga, namun penulis bukanlah ahli ekonomi) kepada orang tua asuhnya. Mungkin hal ini pernah dilakukan oleh presiden soeharto dengan GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh), maka ini perlu diberdayakan kembali, tapi harus dengan sistem yang tidak merugikan anak yatim. Jangan anggap anak-anak yatim piatu ini sebelah mata. Sungguh kalau mereka diberdayakan, prestasi yang mereka miliki hampir sama dengan prestasi dengan anak-anak yang mereka masih memiliki ayah dan ibu. Bahkan bisa melebihi.
Maka dari ini, penulis mencoba untuk bermimpi suatu saat nanti ketika berkeluarga maka akan mencontoh orang-orang yang mengadopsi anak-anak yatim, mengurusi hidup mereka. Penulis memang paham dan tahu bahwa mengurusi seorang anak saja belum tentu benar, namun apakah ini aib jika kita berani mengungkapkannya ??
Wallahu a'lam
Turki - sambung Bang Fahri Hamzah - ketika ingin bergabung dengan UNI EROPA, orang-orang UNI EROPA tidak setuju, bukan karena sebagian negaranya berada di asia, akan tetapi, ternyata disana juga masih banyak anak-anak yatim yang ditaruh di Panti Asuhan. Akhirnya dengan beberapa kebijakan - kebijakan dari pemerintah, maka panti asuhan-panti asuhan di Turki dihilangkan dan anak-anak yatim piatu kemudian diadopsi oleh masyarakat sekitar. Lantas bagaimana dengan Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim ? Ini patut dipertanyakan, melihat bahwa Kanjeng Nabi pun pernah mengatakan dalam haditsnya seperti ini : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahab dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz bin Abu Hazim dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ayahku dia berkata; saya mendengar Sahl bin Sa'd dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Aku dan orang yang menanggung anak yatim berada di surga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah."(HR.Bukhari)
Barangkali (hipotesis penulis) dengan kita mengadopsi anak-anak miskin, maka segala urusan yang kita punya akan dimudahkan oleh Allah. Maka disini, mungkin kita bisa mengajukan sebuah solusi Islam, bahwa mengurusi anak yatim adalah bagian deri negara, lalu kemudian mereka ditaruh di panti asuhan, dimana kalau kita tahu uang-uang tunjangan untuk panti asuhan itu banyak yang tidak turun ke panti asuhan secara penuh, pasti ada pungutan-pungutan liar yang diambil oleh Mafia Pajak. Oleh karena permasalahan itulah, kemudian kita mencoba memberikan sebuah masukan kepada negara ini, hilangkan yang namanya panti asuhan-panti asuhan lalu kemudian negara ini harus membuat kebijakan seperti turki yaitu dengan membuat kebijakan bahwa setiap masyarakat yang mampu untuk mengurusi anak-anak yatim piatu tersebut. Setelah masyarakat mengadopsi anak-anak tersebut, bukan berarti negara lepas tangan begitu saja, karena sesungguhnya kepala negara wajib hukumnya untuk mensejahterakan rakyatnya, coba lihat bagaimana Umar bin Abdul Aziz sampai menangis ketika beliau tidak mampu mensejahtekan rakyatnya. Lantas, apa yang harus dilakukan oleh negara ketika anak-anak yatim piatu ini sudah diadopsi oleh masyarakat mampu ??
Berikan mereka tunjangan, berikan mereka tunjangan hingga umurnya mencapai kemampuan untuk mencari nafkah mereka sendiri. Artinya begini, anak-anak kecil yang laki-laki, maka negara harus mampu membiayai sekolahnya hingga perguruan tinggi (kalau mampu), ataupun jika tidak mampu maka, tunjangan mereka haruslah selesai saat mereka SMA/SMU, ini berlaku untuk laki-laki. Lalu bagaimana untuk anak-anak kecil yang perempuan ?? Berikan tunjungan bagi anak perempuan hingga mereka menikah. Ini melihat bahwa wanita yang kemudian tidak diurus oleh keluarga, potensi menjadi wanita liarnya jauh lebih berbahaya daripada laki-laki (ini hanya hipotesis penulis).
Negara tidak perlu memberikan tunjangan kepada mereka per bulan. Cukup hitung keperluan mereka makan perbulan, pakaian mereka yang harus mereka kenakan, tunjangan sekolah dari buku tulis, seragam sekolah, dan lain-lain. Tunjangan ini langsung negara kasihkan tunai selama mereka belum mampu mencari nafkah (kalau mau memakai hitung-hitungan bisa juga, namun penulis bukanlah ahli ekonomi) kepada orang tua asuhnya. Mungkin hal ini pernah dilakukan oleh presiden soeharto dengan GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh), maka ini perlu diberdayakan kembali, tapi harus dengan sistem yang tidak merugikan anak yatim. Jangan anggap anak-anak yatim piatu ini sebelah mata. Sungguh kalau mereka diberdayakan, prestasi yang mereka miliki hampir sama dengan prestasi dengan anak-anak yang mereka masih memiliki ayah dan ibu. Bahkan bisa melebihi.
Maka dari ini, penulis mencoba untuk bermimpi suatu saat nanti ketika berkeluarga maka akan mencontoh orang-orang yang mengadopsi anak-anak yatim, mengurusi hidup mereka. Penulis memang paham dan tahu bahwa mengurusi seorang anak saja belum tentu benar, namun apakah ini aib jika kita berani mengungkapkannya ??
Wallahu a'lam
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!