Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma'shum (Rasulullah) saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf ra. dan sesuai dengan kitab dan sunnah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang --karena sebab sesuatu yang dipertentangkan dengannya-- kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya"
Ustadz hasan al-Banna disini ingin mengatakan kepada pengikut perjuangan dan menyeru kepada seluruh manusia agar tidak tertipu dengan sifat taklid (ikut-ikutan tanpa ada ilmunya). Karena setiap orang yang kemudian kita ikuti perkataannya itu bisa salah jika tidak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Kecuali Rasulullah, setiap perkataan beliau mengandung kebenaran, karena itu mengapa beliau dijuluki al-amin.
Ustadz Hasan al-Banna disini mengingatkan kepada kita agar kita jangan terlalu teledor dengan hal-hal yang furu'iyah. Awal-awal keruntuhan islam sebagai satu-satu agama yang terbesar adalah karena orang-orang islam itu sendiri kemudian mereka berdebat masalah furu'iyah yang hanya menimbulkan debat kusir. Padahal jika kita tahu, Imam Syafi'i pernah berkata : "Jika ada pendapat yang lebih kuat, maka itu juga pendapatku". Disini, Imam Syafi'i saja bisa berlapang dada demi kemaslahatan umat islam. Namun, kenapa justru pengikutnya tidak bisa berlapang dada untuk saling menerima ? Dulu, di awal kemerdekaan ulama dari Ahlu Sunnah wal Jammah dan ulama dari Wahabi bisa bersatu. Namun kemudian setelah kemerdekaan ini, mereka tidak bersatu ?
Dalam mengikuti salah satu imam, jika kita tidak mempunyai ilmu maka boleh untuk diikuti asalkan imamnya tidak melenceng dari dua wasiat Rasulullah (Kitabullah dan As-Sunnah). Namun, ketika ulama yang kita ikuti itu benar, kita juga tidak boleh mengolok-olok ulama yang lain. Kita sering dengar, ulama ini diejek hanya karena berbeda pendapat masalah fiqhiyah. Apakah kemudian sifat umat islam sekarang tidak bisa menghargai pendapat orang lain hanya karena beda mazhab ? Apakah kemudian orang-orang yang mengikuti mazhab yang minoritas di kampungnya dikucilkan ? Ini kemudian yang ditakutkan oleh Hasan al-Banna. Jika kemudian telah sampai kepada taklid buta, maka jangan harap bisa bersatu dalam masalah fiqhiyah. Padahal justru masih ada hal-hal yang perlu dibereskan lagi.
Kita tahu, imam mazhab itu ternyata tidak cuma 4 saja, namun banyak sekali. Hanya saja, 4 orang itulah yang terbesar dianut oleh seluruh kamu muslim di dunia. Mereka tentu punya masanya, dan setiap masa punya kondisi masing-masing, dan setiap kondisi masing-masing punya sendiri keputusannya. Mereka adalah orang-orang yang dijamin masuk syurga, karena ijtihadnya yang membawa kemaslahatan umat islam. Kita lihat saja, Imam Syafi'i, beliau saja mempunyai mazhab yang beda ketika di Mesir dan ketika beliau di Irak. Begitu juga dengan imam hanafi atau mazhab hanafiyah yang kemudian lebih banyak memakai logika dalam memutuskan suatu perkara. Karena saat itu, daerah beliau adalah di Irak yang permasalahannya sangat berbeda dengan masyarakat Madinah. Beda lagi dengan imam hambali, atau mazhab hanabilah, ketika memutuskan suatu perkara, ia jauh lebih mengedepankan bagaimana perilaku ahli madinah.
Namun, karena mereka juga manusia. Dan manusia memiliki kesalahan, maka jika kemudian ada salah satu dari mereka ada yang pendapatnya berbeda, maka kita boleh mengambil ijtihad sendiri. Asalkan kita paham dengan bahasa arab, dan kaidah ushul fiqh yaitu maqasid Syar'iyah. Jangan sampai ketika mereka salah, kita kemudian mengolok mereka karena salah. Padahal telah jelas dalam al-Quran mengatakan :
Maka jangan heran ketika kita jadi imam dan tidak memakai qunut sholat shubuh, kita melihat makmum kita sholat shubuh lagi dengan qunut, karena ia menganggap sholat shubuh tidak memakai qunut itu tidak sah.
Ironi jika kita hari ini menginginkan kebangkitan islam untuk diseluruh dunia, namun tidak berlapang dada dalam masalah furu'iyah
Wallahu a'lam
Ustadz hasan al-Banna disini ingin mengatakan kepada pengikut perjuangan dan menyeru kepada seluruh manusia agar tidak tertipu dengan sifat taklid (ikut-ikutan tanpa ada ilmunya). Karena setiap orang yang kemudian kita ikuti perkataannya itu bisa salah jika tidak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Kecuali Rasulullah, setiap perkataan beliau mengandung kebenaran, karena itu mengapa beliau dijuluki al-amin.
Ustadz Hasan al-Banna disini mengingatkan kepada kita agar kita jangan terlalu teledor dengan hal-hal yang furu'iyah. Awal-awal keruntuhan islam sebagai satu-satu agama yang terbesar adalah karena orang-orang islam itu sendiri kemudian mereka berdebat masalah furu'iyah yang hanya menimbulkan debat kusir. Padahal jika kita tahu, Imam Syafi'i pernah berkata : "Jika ada pendapat yang lebih kuat, maka itu juga pendapatku". Disini, Imam Syafi'i saja bisa berlapang dada demi kemaslahatan umat islam. Namun, kenapa justru pengikutnya tidak bisa berlapang dada untuk saling menerima ? Dulu, di awal kemerdekaan ulama dari Ahlu Sunnah wal Jammah dan ulama dari Wahabi bisa bersatu. Namun kemudian setelah kemerdekaan ini, mereka tidak bersatu ?
Dalam mengikuti salah satu imam, jika kita tidak mempunyai ilmu maka boleh untuk diikuti asalkan imamnya tidak melenceng dari dua wasiat Rasulullah (Kitabullah dan As-Sunnah). Namun, ketika ulama yang kita ikuti itu benar, kita juga tidak boleh mengolok-olok ulama yang lain. Kita sering dengar, ulama ini diejek hanya karena berbeda pendapat masalah fiqhiyah. Apakah kemudian sifat umat islam sekarang tidak bisa menghargai pendapat orang lain hanya karena beda mazhab ? Apakah kemudian orang-orang yang mengikuti mazhab yang minoritas di kampungnya dikucilkan ? Ini kemudian yang ditakutkan oleh Hasan al-Banna. Jika kemudian telah sampai kepada taklid buta, maka jangan harap bisa bersatu dalam masalah fiqhiyah. Padahal justru masih ada hal-hal yang perlu dibereskan lagi.
Kita tahu, imam mazhab itu ternyata tidak cuma 4 saja, namun banyak sekali. Hanya saja, 4 orang itulah yang terbesar dianut oleh seluruh kamu muslim di dunia. Mereka tentu punya masanya, dan setiap masa punya kondisi masing-masing, dan setiap kondisi masing-masing punya sendiri keputusannya. Mereka adalah orang-orang yang dijamin masuk syurga, karena ijtihadnya yang membawa kemaslahatan umat islam. Kita lihat saja, Imam Syafi'i, beliau saja mempunyai mazhab yang beda ketika di Mesir dan ketika beliau di Irak. Begitu juga dengan imam hanafi atau mazhab hanafiyah yang kemudian lebih banyak memakai logika dalam memutuskan suatu perkara. Karena saat itu, daerah beliau adalah di Irak yang permasalahannya sangat berbeda dengan masyarakat Madinah. Beda lagi dengan imam hambali, atau mazhab hanabilah, ketika memutuskan suatu perkara, ia jauh lebih mengedepankan bagaimana perilaku ahli madinah.
Namun, karena mereka juga manusia. Dan manusia memiliki kesalahan, maka jika kemudian ada salah satu dari mereka ada yang pendapatnya berbeda, maka kita boleh mengambil ijtihad sendiri. Asalkan kita paham dengan bahasa arab, dan kaidah ushul fiqh yaitu maqasid Syar'iyah. Jangan sampai ketika mereka salah, kita kemudian mengolok mereka karena salah. Padahal telah jelas dalam al-Quran mengatakan :
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.Lalu buat apa kita berselisih satu sama lain ? Bukankah kita punya akal untuk mengecek kebenaran dari imam yang dianut oleh kita ? Lalu kemudian mengapa kita tidak lapang dada dengan penganut mazhab lain ? Sungguh ironi bagi kita jika kita masih mempermasalahkan apakah orang-orang yang termasuk ahlu sunnah wal jamaah itu yang memakai qunut ketika shubuh atau yang tidak qunut ? dan kemudian lebih ironisnya lagi, kita menjawab yang ahlu sunnah wal jamaah itu adalah yang pakai qunut ketika dalam sholat shubuhnya.
Maka jangan heran ketika kita jadi imam dan tidak memakai qunut sholat shubuh, kita melihat makmum kita sholat shubuh lagi dengan qunut, karena ia menganggap sholat shubuh tidak memakai qunut itu tidak sah.
Ironi jika kita hari ini menginginkan kebangkitan islam untuk diseluruh dunia, namun tidak berlapang dada dalam masalah furu'iyah
Wallahu a'lam
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!