Skip to main content

Prinsip 7 # Seri Ushul 'Isyrin

"Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu' (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika -- bersamaan dengan sikap mengikutinya -- ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalil selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan, jika ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah"

Dalam pasal ketujuh ini merupakan kelanjutan dari pasal keenam. Hasan al-Banna didalam pasal tujuh ini ingin mengatakan kepada kita tentang urgensi ijtihad dan batasan-batasan tentang taklid itu sendiri. Jika dalam pasal keenam, setiap orang dapat diambil ataupun ditolak perkataannya. Namun dalam bahasan pasal ketujuh ini, kita dituntut untuk lebih memahami mengapa kita mengikuti perkataan orang tersebut.

"Setiap muslim yang belum mencapai kemapuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu (cabang), hendaklah ia mengikuti pemimpin agama." Secara gamblang Hasan al-Banna mengatakan untuk bertaklid dalam masalah-masalah furu'iyah, jika belum mencapai kemampuan untuk menelaah dalil-dalil furu'. Anjuran Hasan al-Banna ini tidak lain adalah kekhawatiran beliau terhadap orang-orang yang beramal namun tidak tahu landasan berpikirnya. Kenapa ia melakukan sholat, kenapa sholatnya seperti ini. Mengikuti pemimpin agama (imam 4 mazhab, atau kyai-kyai yang sudah memiliki kemapuan untuk berijtihad) adalah wajib bagi orang-orang yang belum mencapai kemampuan dalam menelaah dalil-dalil hukum furu'.

 "Meskipun demikian, alangkah baiknya jika ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya" Lanjutan ini merupakan keseriusan Hasan al-Banna dalam kemerdekaan akal. Agar akal dalam mencari dalil-dalil ini tidak selalu mengikuti pendapat orang lain. Namun, jika orang itu kemudian percaya terhadap salah satu imam saja, maka dianjurkan untuk mempelajari dalil-dalil yang mendukung pemikiran imam tersebut. Ketika imam tersebut mengucapkan A terhadap masalah sesuatu, dan kemudian diikuti dengan pengikut mazhabnya maka pengikutnya ini harus mencari kenapa kemudian imam mazhabnya itu mengucapkan A terhadap masalah tersebut.

"Hendaknya ia menerima masukan yang disertai dalil selama ia percaya kapasitas orang yang memberi masukan itu" Artinya disini adalah apabila terdapat kesalahan atau ijtihad dari pendapat imam yang diikuti masih lemah dalam periwayatan haditsnya, maka kita harus berlapang dada jika kemudian kita ditegur dengan suatu dalil yang kedudukannya lebih shohih daripada dalil yang dianut oleh imam kita. Asalkan, kita tahu kapasitas orang yang memberi masukan itu kepada kita. Seberapa hebatnya ilmu orang yang memberi masukan kepada kita itu jauh lebih penting untuk membuka wawasan ijtihadiyah kita.

Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan, jika ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah" Inilah output yang ingin dicapai atau keinginan dari hasan al-Banna adalah agar setiap orang itu menjadi mujtahid. Orang yang mujtahid, maka ia tidak akan memperhitungkan masalah furu'iyah belaka. Ia yang sudah paham bahwa imam yang dianutnya hanya sebatas manusia saja yang tentu luput dari kesalahan berijtihad, maka tentu akan merasa kurang dengan dalil yang dipegang oleh imamnya tersebut. Belajar menelusuri kebenaran suatu pegangan akan membawa kita mampu untuk menjadi seorang mujtahid. Apabila setiap orang muslim disini mampu untuk melihat perbedaan-perbedaan mazhab dan kemudian semuanya menjadi seorang mujtahid, maka kasus saling ejek antar mazhab tidak akan muncul. Maka kasus orang-orang yang mempertanyakan kebenaran berapa raka'at dalam sholat tarawih akan hilang. Sungguh, hanya orang-orang yang bodoh yang menganggap mazhabnya paling benar. Ketika setiap orang mampu menelaah setiap permasalahan khilafiyah, maka sungguh mereka akan berpikir jauh lebih maju dari yang diperkirakan orang barat. Mereka (orang barat.red) menggunakan politik ini untuk memecah belah. Tapi sungguh, kekuatan islam tidak akan tumbang dengan kekuatan yang lain. Islam hanya dapat dikalahkan dari kekalahan pemeluknya. Islam kalah hanya ketika pemeluknya tak lagi percaya dengan islam. Islam tidak akan pernah dikalahkan oleh sistem-sistem dunia yang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda