Skip to main content

Prinsip 9 # Seri Ushul 'Isyrin

"Setiap masalah yang amal tidak dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu, adalah kegiatan yang dilarang secara syar'i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi atau memperbincangkan makna ayat-ayat al-Quran yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan sahabat-sahabat Nabi dan perselisihan yang terjadi diantara mereka, padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaan sebagai sahabat nabi dan pahala niatnya. Dengan ta'wil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan."

Disini Hasan al-Banna ingin mencoba untuk melepaskan kita dari perdebatan panjang dan berlarut-larut yang tiada manfaatnya. Mendiskusikan masalah memang ada baiknya, namun jika diskusi yang tidak membawa manfaat, maka sebaiknya dikurangi atau mungkin dihindari. Karena sesungguhnya kita hanya mampu berdiskusi tanpa beramal. Padahal, harapan dari setiap diskusi adalah amal atau kerja. Setelah berdiskusi tentu kita akan bergerak dan melakukan apa yang didiskusikan tadi.

Dalam pasal kesembilan ini, Hasan al-Banna memberikan contoh yaitu; 1). memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi atau 2) memperbincangkan makna ayat-ayat al-Quran yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau 3) memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan shabat-sahabat Nabi dan perselesihan yang terjadi diantara mereka. Mungkin tiga poin inilah yang kemudian menjadi sebab jatuhnya islam.

Permasalahan yang sebenarnya belum terjadi sesungguhnya tidak perlu kita untuk mendiskusikan. Hanya akan menambah beban kita sebagai seorang muslim. Perilaku para sahabat yang patut kita contoh adalah, mereka senatiasa tidak mendiskusikan permasalahan yang belum terjadi. Ketika sudah terjadi, maka mereka baru mencari landasannya di al-Quran dan Hadits. Kalaupun tidak ditemukan, maka mereka baru berdiskusi tentang hukumnya tersebut. Bagaimana tentang cerita yang di Bani Quraidhah, Rasulullah menyuruh untuk sholat ashar pas disana, namun ternyata ditengah perjalanan telah masuk ashar. Ada sebagian sahabat yang meneruskan perjalanannya dan ada sebagian berhenti untuk sholat dulu. Apa sebelum ada kasus seperti ini, para sahabat sudah mendiskusikannya ?? Inilah makna dari apa yang disampaikan oleh Imam Hasan al-Banna. Sahabat umar dahulu melaknat orang yang bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi.

Dalam bukunya Said Hawwa 'Membina Angkatan Mujahid' halaman 147. Bahwa ada beberapa masalah yang bukan termasuk wilayah aqidah yang dibebankan kepada kita, masalah itu juga tidak termasuk dalam fiqh yang kita perlukan, dia juga bukan termasuk masalah perilaku yang harus kita rujuk kepada al-Kitab dan Sunnah, bukan pula persolan penting bagi kehidupan dunia dan akhirat. Dan seyogyanya kita tidak usah membahasnya, karena ia tidak akan keluar dari wujudnya sebagai sikap mengikuti hawa nafsu, memuaskan logika semata, dan menyia-nyiakan waktu, bahkan ia termasuk dalam berilaku banyak omong (OmDo) dan memaksakan diri. Allah berfirman dalam surat Shad : 86 "Katakanlah (Hai Muhammad) ,'Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahKu dan aku bukanlah termasuk golongan orang-orang yang memberat-beratkan". Bagaimana kemudian Rasulullah meneruskan ayat ini dengan sabdanya : "Aku dan kemashlahatan ummatku bersih dari memberat-beratkan diri".
Bahasan kedua dari pasal 9 ini, ustadz Hasan al-Banna mencoba mengingatkan kepada kita bahwa ada beberapa ayat di al-Quran yang memang tidak perlu penafsiran lebih dan juga ada ayat-ayat yang mutasyabihat. Dan menafsirkan ayat-ayat ini (ayat-ayat yang penafsirannya belum dipahami oleh manusia) termasuk contoh dari beberapa masalah yang tidak membuahkan amal dan tidak termasuk yang dibahas dalam ayat-ayat al-Quran yang jelas tafsirnya. Dan ini merupakan etika para ulama di setiap masa.

Fenomena dari memperbincangkan makna ayat-ayat al-Quran yang kandungan makna belum dipahami oleh akal adalah meyakini secara pasti sesuatu yang tidak seyogyanya diyakini demikian atau mendebatkan masalah yang tidak seharusnya dibahas dengan perdebatan. Sebagai contoh adalah ayat berikut :

"Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka "

Apakah yang dimaksud dengan tangan Allah dalam ayat diatas ? apakah tangan Allah memang seperti tangan kita sebagai makhluk atau seperti apa ?? Kita haruslah paham, bahwa sesungguhnya Allah itu tidak akan pernah menyerupai makhluk-Nya. Siapapun itu dan apapun bentuknya. Kita juga jangan terlalu mendebatkan permasalahan ini. Memperbincangkan dan mendiskusikan secara berlebihan dengan mengungkapkan berbagai kemungkinan atas nash adalah perbuatan memaksakan diri dan dapat menjerumuskan kedalam kesesatan.

Selanjutnya ustadz Hasan al-Banna mengatakan : "... atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat, padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat nabi dan pahala niatnya. Dengan takwil kita terlepas dari persoalan"

Memperbincangkan masalah membanding-bandingkan sahabat apakah sabahat ini baik, apakah sahabat itu buruk sifatnya adalah sesuatu yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Karena mereka sudah mempunyai pahala atas niatnya masing-masing. Penulis mencoba menganalasis bahwa mendiskusikan masalah ini datang ketika ada fitnah yang menimpa sahabat ali dengan muawiyah dalam perang shiffinnya. Dan juga fitnah yang menimpa sahabat ali dengan ummul mukminin 'Aisyah dalam perang jamal.

Banyak orang-orang yang kemudian mempertanyakan misalnya dalam perang shiffin, Muawiyah adalah orang yang curang ketika dalam perang tersebut dan bla...bla...bla... Kita sebenarnya tidak ingin berlarut-larut untuk menanyakan atau mendiskusikan kira-kira siapa yang salah dalam perang shiffin yang menyebabkan orang-orang muslim bertumpah darah dengan orang-orang muslimnya. Kita cukup sampai batasan memahami hikmah dibalik peristiwa tersebut. Dan tidak usah saling menyalahkan.

Dalam hal ini, Said Hawwa punya beberapa pendapat :
1. Terdapat beberapa nash qath'iyyud dalalah (jelas maknanya) dan qath'iyyuts tsubut (jelas derajat riwayatnya) tentang keistimewaan sebagai sahabat dari sebagian yang lain. Ini bagian dari urusan aqidah yang sepatutnya diketahui oleh setiap muslim.
2. Perselisihan antara sahabat merupakan perselisihan yang-pada situasi tertentu- kadang-kadang mengakibatkan lahirnya peperangan. Namun perselisihan semacam itu hendaknya tidak berdampak bagi kesatuan umat islam di masa kini. Hanya saja jelas bahwa sebagian bentuk perselisihan itu telah diputuskan dalam nash. Hal ini tidak termasuk dalam berbagai masalah yang dilarang oleh Hasan al-Banna, karena merupakan bagian dari masalah-masalah aqidah. Nash yang menyatakan jelas dan tegas bahwa orang-orang yang menentang ali dari kalangan khawarij adalah kaum sesat. Nash menyatakan dengan jelas juga bahwa muawiyah adalah kelompok yang memberontak kepada ali. Jadi, sepanjang perkataan itu dibangun diatas pondasi argumentasi yang jelas, ia bukan termasuk sikap memaksakan diri, bahkan termasuk indikasi orang yang paham terhadap nash itu sendiri.
3. Perselisihan yang terjadi di kalangan sahabat itu tidak menafikkan keutamaan mereka. Oleh karenanya kita tidak boleh melemparkan tuduhan negatif tanpa dalil, tetapi hendaknya kita men-takwil kejadian yang menimpa kehidupan mereka bahwa hal itu terjadi karena berbeda ijtihad diantara mereka. Sebagian benar dan sebagian keliru. Itu lebih semangat bagi kita.

wallahu a'lam bisshowab wahuwal muwafiq ilaa aqwami thariq...

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda