Skip to main content

Prinsip 11 #Seri Ushul Isyrin

“Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan sarana yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah”

Segala amalan yang baru yang tidak diajarkan oleh Rasulullah adalah bid’ah. “Barang siapa mengada-adakan dalam urusan [agama] kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak”(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ath-Thayalisi, Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, Al Baihaqi). Dalam syarah imam Nawawi, beliau menjelaskan bahwa semua bentuk ibadah baik mandi, wudhu, puasa, maupun sholat, jika dikerjakan tidak sesuai dengan ketetapan syariat islam, maka amalan ibadah itu akan tertolak dari pelakunya. Imam Nawawi melanjutkan bahwa orang yang berbuat bid’ah dalam urusan agama yang tidak sesuai degan syariat maka dia akan menanggung dosanya, amalannya tertolak dan dia dikenai ancaman. Rasulullah bersabda : “Barang siapa mengada-adakan satu perkara baru[dalam agama] atau melindungi orang yang membuat perkara baru [dalam agama], maka ia mendapatkan laknat Allah”(HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Turmudzi, An Nasa’I dan Ahmad).

Imam Hasan al-Banna mengatakan bahwa setiap bid’ah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu adalah kesesatan. Artinya bahwa ada beberapa jenis bid’ah yang memang sesat dan ada juga bid’ah tapi esensinya adalah justru menambah kemashlahatan [pasal 12] dalam memahami agama Islam ini. Dalam pasal ke-11 inilah, Imam Hasan al-Banna mencoba untuk memahamkan kepada setiap orang untuk tidak membuat bid’ah yang hanya mengikuti hawa nafsu. Perbedaan antara bid’ah yang tidak memiliki landasan syar’I yang hanya menuruti hawa nafsu dengan bid’ah yang masih diperselisihkan[untuk bid’ah jenis ini akan dibahas di Pasal 12] adalah bahwa bid’ah yang mengikuti hawa nafsu adalah bid’ah yang sudah disepakati para ulama akan keharamannya, sehingga ia pun merupakan bid’ah yang haram. Inilah yang ingin dimaksudkan oleh Imam Hasan al Banna dalam pasal 11 ini.

Dan bid’ah ini lah yang harus diberantas hingga akar-akarnya, tentunya dengan konsep Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Jadi ketika kita memberantas bid’ah yang telah disepakati keharamannya oleh para ulama haruslah dengan cara-cara yang halus. Ketika kita mengubah kemungkaran ini, jika dampakny adalah akan lahir kemungkaran yang lebih besar, misalny adalah perang saudara atau bahkan perpecahan diantara kita sendiri, maka solusinya adalah kita harus mencari cara yang lain yang lebih baik dari semuanya atau jika tidak ada kita diam.

Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah melarang murid-muridnya mencegah orang Tartar minum minuman keras dengan pertimbangan bahwa jika mereka mabuk, maka mereka akan tertidur. Dengan demikian, tertekanlah kejahatan yang menimpa kaum muslimin lantaran mabuk dan tidurnya. Akan tetapi jika mereka terjaga, maka mereka akan membuat keonaran dan kebinasaan kepada harta benda dan kehormatan kaum muslim. Inilah maksud dari pasal 11.

Wallahu a’lam bisshowab wahuwal muwafiq ilaa aqwamith thariq.

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda