By : Muhammad Saifullah Robbani (Penulis Lepas, Anggota Longor Community, Ketua Umum Komisariat KAMMI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Periode 2012-2013, Jurusan Teknik Informatika, 2009)
Awalnya saya tidak ingin menuliskan artikel ini, tapi karena desakan teman saya akhirnya saya mencoba kembali menguraikan makna diatas. Tapi sebenarnya pemikiran ini murni bukan pemikiran saya, ini murni pemikiran Drs.Agus Sunyoto,M.Pd(Sejarahwan) dalam dialog kebangsaan 'membaca Indonesia' yang diadakan oleh PMII Ibnu Aqil hari senin lalu.
Dalam dialog tersebut, ada yang menarik untuk dibahas lebih lanjut, yaitu perseteruan abadi antara Sistem Kastanisasi dan Sistem Persamaan. Menurut Agus Sunyoto, Indonesia ini sebenarnya dirusak oleh Sistem Persamaan. Sistem yang dibawa oleh Belanda ketika masuk yang menyamaratakan nasib manusia. Tentunya membuat kita berpikir, kenapa Sistem Persamaan justru membuat Indonesia ini terpuruk ?
Ketika Belanda datang untuk menjajah dan menghapus sistem kastanisasi yang memang produk Indonesia dan menggantinya dengan sistem persamaan. Dengan sistem persamaan, orang-orang jahat dan orang-orang baik akan bersaing dalam merebutkan kekuasaan. Dan akhirnya, bisa kita lihat sekarang, sistem persamaan yang dibawa Belanda akhirnya membawa pencuri-pencuri uang negara, membawa kekacauan sana-sini karena orang jahat statusnya disejajarkan dengan orang baik.
Orang yang punya sertifikat SD, entah itu orang baik atau orang jahat sekalipun bisa menjadi Presiden. Dan tentunya kita bisa lihat sekarang, saat ini kita memilih orang yang terbaik diantara yang paling buruk. Kita tidak bisa menafikkan diri kita sebagai pencetus reformasi untuk tidak memilih pemimpin. Karena itulah konsekuensi yang harus kita ambil ketika muncul reformasi ini.
Jangan salahkan orang-orang jahat jika mereka mencuri uang rakyat dengan besar, jangan salahkan orang-orang jahat jika mereka memporak-porandakan Indonesia, jangan salahkan orang-orang jahat jika membuat Indonesia kian terperosok moral dan akhlaknya. Inilah yang membuat Sistem Persamaan terlihat buruk, karena tidak ada pembedaan antara orang jahat dan orang baik. Dan ini juga menyebabkan munculnya persaingan yang tidak sehat. Orang jahat melakukan apapun untuk bisa menjadi pemimpin di Indonesia.
Proyek Hambalang dan kasus yang menimpa Partai Demokrat ketika pemilihan Presiden Partai Demokrat yang akhirnya dimenangkan oleh Anas Urbaningrum, itupun tidak jauh dari permainan orang-orang jahat yang siap mengalirkan dana negara untuk memenangkan Anas Urbaningrum. Money Politicyang dimainkan oleh orang-orang jahat cukup tersimpan rapi. Sampai akhirnya muncul kasus Proyek Hambalang, barulah kasus pemilihan presiden Partai Demokrat yang full money politic itu terlihat.
Lantas bagaimana dengan sistem kastanisasi sendiri? Awalnya saya kurang sepakat jika dikatakan bahwa sistem kastanisasi ini adalah produk asli Indonesia, karena dalam hindu pernah ada. Tapi mungkin, agama yang pertama muncul di Indonesia adalah hindu. Jika kita melihat sistem persamaan dari material, baik itu berupa uang atau harta yang lainnya maka saya akan mencoba melihatnya dari material.
Tentu kita paham dengan sistem kasta yang pernah diajarkan sewaktu SD, ada Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra, Candala dan Tucak. Kasta tertinggi tetap berada pada Brahmana, tugas negara adalah untuk melindungi kaum-kaum Brahmana. Kita mengenal Brahmana adalah orang-orang yang suka bertapa, suka puasa, suka berbuat baik. Stabilitas negara akan muncul jika salah satu ada orang-orang yang seperti Brahmana ini.
Kasta selanjutnya adalah ksatria, yang dihuni oleh orang-orang pembela kebaikan seperti KPK, LSM-LSM yang terus memantau kebijakan-kebijakan negara. Waisya adalah golongan pedagang, pebisnis, enterpreuner yang ada di Indonesia ini. Sudra adalah golongan rentenir, lintah darat. Candala adalah golongan manusia-manusi jagal, algojo. Dan yang paling rendah adalah Tucak, golongan yang gila dunia dan mereka ini berada dalam kasta terbawah dari sistem ini.
Selanjutnya apa yang menarik dari sistem kastanisasi ini? Jadi sebenarnya cukup jelas dengan kemenarikan sistem ini. Pengelola negara dan pelaksana negara adalah orang-orang dari brahmana dan ksatria yang mereka itu suci dari kesalahan. Jika mereka melakukan kesalahan, maka mereka kembali bertapa(bertaubat). Dan orang-orang yang jahat dan pencuri uang rakyat akan berada dalam kasta tucak. Sehingga kita mampu memberi label Tucak jika ada orang jahat yang ingin mengelola negara ini. Para koruptor yang merugikan negara ini seharusnya dilabeli dengan nama Tucak, dan masyarakat akan mengindahkan atau tidak memilih mereka kembali.
Kritik Terhadap Sistem Kastanisasi
Sistem Kastanisasi yang memberi label secara tidak langsung kepada kaum Tucak sebenarnya akan membuat mereka menjadi jera. Tapi kemudian, secara psikologis mereka akan dianggap sebagai sampah masyarakat. Dan jika telah dilabeli secara tidak langsung, maka optimisme untuk bertaubat sangat kecil. Dan ini bisa kita contohkan dengan WTS atau Pelacur, wanita-wanita yang sudah mendapatkan label tersebut justru merasa tertekan. Karena mereka menjadi WTS atau Pelacur bisa karena faktor ekonomi atau mungkin ada yang dijebak.
Inilah yang membuat bahaya bagi kita semua selaku kader dakwah. Orang-orang yang seperti itu seharusnya mendapatkan sentuhan-sentuhan rohani, bukan kemudian dilabeli dengan keburukan-keburukan yang telah mereka lakukan. Ini cukup menyulitkan mereka jika mereka sudah benar-benar taubat.
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!