Dalam diskusi
dwi mingguan KAMMI Komisariat UIN Maliki Malang yang bertajuk "Memilih
Pemimpin, Memilih masa depan. Memotret Harapan Mahasiswa untuk Pemimpin Ideal
UIN Maliki Malang". KAMMI kembali menegaskan bahwa mahasiswa harus mempunyai
haknya memilih rektor. Kehidupan demokrasi ditentukan pula dengan pemilihan
rektor ini. Tanpa kontribusi mahasiswa di dalam pemilihan rektor ini, maka
jelas sudah bahwa keran demokrasi telah rusak di kampus UIN Maliki Malang ini.
Mahasiswa sebagai tatanan masyarakat yang paling penting, seharusnya menduduki
kewenangan dalam pemilihan rektor ini. Setidaknya kontribusi minimal yang
paling nyata untuk keberlangsungan hidup mahasiswa yang tidak ingin ditekan
oleh birokrasi kampus yang hanya menekankan kepada kerja-kerja budak perusahaan
kelak adalah ingin didengar suara dan harapan bagaimana seharusnya rektor yang
ideal menurut mahasiswa walaupun tidak mesti harus mencoblos untuk kepemimpinan
rektor ke depan.
KAMMI dan Mahasiswa
KAMMI dalam dimensi pergerakan
mahasiswa yang dinamis, harus mampu mengakomodasi moment ini, untuk
membangunkan kesadaran berfikir mahasiswa agar ia lebih peduli dengan keadaan
kampus yang
sebenarnya terjadi. KAMMI harus menjadi katalisator bergabungnya seluruh
elemen mahasiswa dengan mengatasnamakan elemen mahasiswa peduli kampus. Dan
KAMMI harus menunjukkan keadaan mendesak yang harus diubah di kampus UIN Maliki
Malang ini. Karena hingga saat ini, mahasiswa benar-benar terbuai dengan
kata-kata indahnya pak Rektor. Entah apa yang disampaikan itu bisa dibuktikan
janjinya? Sehingga, saat ini mahasiswa benar-benar 'sepi' dari dinamika politik
pemilihan rektor.
Buaian kata-kata indah dan doktrinasi
mahasiswa agar cepat lulus dengan harapan menjadi budak-budak perusahaan
menjadi 'kartu As' birokrasi untuk mengekang dan memenjarakan mahasiswa di
jeruji akademik. Akhirnya mahasiswa disibukkan dengan tugas-tugas yang menumpuk
dan juga pada akhirnya akan berorentasi kepada nilai, bukan pemahaman. Lalu
kemudian, apa bedanya mahasiswa dengan siswa-siswa SMA lainnya? Jika kemudian
tugasnya sama, mengerjakan tugas, kemudian orentasi hanya kepada nilai, dan
akhirnya lulus.
Mahasiswa
harus kembali menanyakan, 'bagaimana kalau rektor ini memimpin?', 'Apa yang ingin
dia bawa untuk kemajuan universitas ini?', pertanyaan-pertanyaan inilah yang
harus menjadi sebuah perenungan panjang mahasiswa. Kali ini, ada satu
kepentingan bersama yang harus kita akomodasi bersama, tidak mungkin dilakukan
oleh PMII, dan tidak mungkin dilakukan oleh HMI, dan tidak mungkin dilakukan
oleh KAMMI dan pergerakan-pergerakan mahasiswa lainnya. Kali ini, seluruh
mahasiswa harus bergerak. Ini menentukan nasib mahasiswa sebagai rakyat di
sebuah komunitas bernama universitas. Mahasiswa harus mengawal dengan baik
pemilihan rektor ini, agar ia jauh dari politik transaksional yang busuk. Kita
harus benar-benar menginginkan rektor yang lahir dari rahim transformasional,
yang lahir dari pemahaman akan visi,misi dan filosofi universitas ini dengan baik.
KAMMI dan Rektor
KAMMI menganggap bahwa rektor adalah representative dari universitas
tersebut. Kita melihat bagaimana kecakapan sebuah universitas dari bagaimana
sosok rektor yang memimpinnya. Tentu kita tidak ingin, suatu saat nanti rektor
yang memimpin kita ini misalnya adalah rektor yang ternyata tersandung kasus
korupsi. Karena, begitu rektor benar-benar menjadi seorang tersangka, maka
citra universitas ini akan jatuh, dan label yang tersemat di universitas
tentunya bukan sebagai wadah akademik para mahasiswa untuk menimba ilmu, tapi
wadah para calon koruptor di bangsa ini.
Begitu pula, mungkin misalnya calon rektor nanti adalah seorang yang
plagiator yang karya ilmiahnya ternyata adalah hasil dari plagiat orang lain. Tentu
universitas ini, tidak ingin dicap sebagai kampus yang mahasiswa adalah
orang-orang plagiator. Tentu, kita tidak bisa menyalahkan orang dengan
penilaian yang sempit ini, karena memang seperti itulah realita yang ada saat
ini. Dan kita tidak bisa memungkirinya.
Dan tentu pula, kita tidak ingin calon rektor yang memimpin nantinya
adalah orang yang menghambat berjalannya proses demokrasi yang ada di
universitas saat ini. Tidak ada kedekatan sama sekali dengan mahasiswanya,
tidak bisa atau sangat anti dengan kritik-kritik pedas yang dilontarkan oleh
mahasiswanya. Rektor juga harus bisa melihat bagaimana komunitas heterogen yang
terbentuk di universitas ini harus dijaga dengan baik. Kritikan yang pedas
sekalipun juga harus bisa didengar dan tidak serta merta ditanggapi dengan
perasaan bahwa mahasiswanya telah berupaya menggulingkannya. Rektor juga harus
bisa membangun bagaimana sebuah kritik itu tidak terjatuh kepada kritik
destruktif akan tetapi mengajarkan kepada mahasiswa agar lebih kritis tapi
kritis yang konstruktif, kritik yang membangun.
Saat ini kita melihat memang tidak ada dari mahasiswa yang mendengar
hingar bingar bahwa akan ada pergantian rektor. Semestinya, momen sebesar ini
mahasiswa harus tahu, biarkan mahasiswa juga ikut memberikan suatu kriteria
ideal rektor dalam pemilihan ini. Tidak mungkin mahasiswa harus mengikuti
peraturan dari rektorat sedangkan wakil mahasiswa tidak dilibatkan didalamnya.
Ini seolah-olah sistem yang berjalan adalah ingin memenjarakan demokrasi.
Pelibatan wakil mahasiswa dalam pemilihan rektor tentu akan membuat
mahasiswa terwakili dengan adanya suara disana. Dan tentunya mahasiswa yang
ditunjuk sebagai wakil mahasiswa juga harus mahasiswa yang idealis, yang tidak
terpukau dengan transaksi-transaksi kecil dari calon rektor.
KAMMI dan Harapan Ideal Rektor
Memang tidak
besar nantinya KAMMI dalam proses pemilihan rektor, tapi dengan tulisan ini
setidaknya KAMMI mewakili suaranya dalam pemilihan rektor. Harapan besar untuk
rektor ke depan memang menjadi sebuah solusi bagi seluruh civitas akademika
universitas. Berbicara rektor ke depan berarti kita akan berbicara bagaimana
universitas ini ke depannya. Akankah rektor selanjutnya bisa melebihi
kegemilangan rektor sebelumnya ataukah justru sebaliknya.
Tentunya,
rektor yang ideal nantinya adalah rektor yang mampu meneruskan visi universitas
yang tetap bercirikan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan berintegrasi dengan keislaman. Pohon Ilmu dalam perspektif
Islam adalah mahakarya kampus ini, ia muncul atas perenungan tokoh pendahulu
mengenai dikotomi Ilmu pengetahuan yang berkembang dalam dunia pendidikan.
Rektor selanjutnya tidak hanya menjadikan hal ini sebagai kebanggaan, tapi
bertanggung jawab untuk meneruskan pewarisan konsep pohon ilmu perspektif Islam
dalam aplikasinya pada proses belajar mengajar di kelas, materi pembelajaran,
dan perilaku akademis para civitas akademika UIN Malang.
Kemudian, rektor yang ideal adalah rektor
yang memberikan nafas bagi gerakan-gerakan mahasiswa untuk berdinamika di
kampus ini. Rektor yang terus memompa mahasiswanya agar tetap kritis kepada
kebijakan-kebijakan birokrasi jika ada yang tidak pro-mahasiswa. Mahasiswa
adalah rakyat yang harus tetap dipertahankan kedaulatannya. Dengan seperti itu,
maka dinamika di kampus ini akan berjalan dengan progresif, karena semua elemen
di kampus ini merasakan jatuh bangun bersama. Bukan hanya jatuh bangun di atas
saja, tapi dibawah juga harus benar-benar merasakannya.
Dan terakhir adalah sosok rektor yang selalu
berpihak kepada kepentingan mahasiswa, rektor yang nantinya akan terpilih harus
lebih sering mendengarkan masukan-masukan dari para mahasiswanya juga.
Wallahu a’lam
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!