Sudah
terhitung 64
tahun konflik berdarah Palestina-Israel berlangsung. “konflik”
yang lebih pantas disebut penjajahan Israel atas tanah Palestina hingga kini tiada berkesudahan
seolah-olah tiada jalan tengah menuju perdamaian. Sehingga kita pantas untuk
bertanya, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan Palestina dan Israel hingga
sekarang tidak pernah menemui jalan damai. Dan mungkinkah
perdamaian itu benar-benar dapat terwujud?
Sulit
untuk menjawab pertanyaan yang terakhir. Perlu bagi kita melihat
kembali rentetan sejarah mengenai apa yang mendasari Israel merebut tanah
palestina. Dan mengapa tidak diambil jalan tengah di mana
rakyat
Palestina dapat berbagi wilayah dengan Israel dan hidup berdampingan.
Dari sini, sebuah versi sejarah mencatat
bahwa datangnya Yahudi disebabkan oleh penindasan yang kaum mereka alami secara
massal di Eropa. Lalu berlangsunglah kongres I Zionis yang diprakarsai oleh
Theodore Herzl yang membakar semangat orang-orang Yahudi dengan menanamkan
keyakinan bahwa 50 tahun lagi akan ada negara Yahudi. Dari situlah, orang-orang Yahudi
berduyun-duyun menuju tanah yang dijanjikan (promised
land), Palestina.
Anggapan orang-orang terusir inilah yang mengalami pergeseran paradigma, padahal sesungguhnya seperti yang kita ketahui Palestina adalah tanah para Nabi. Di sana seluruh agama berkumpul dengan damai sebelum muncul keserakahan dari orang-orang Yahudi untuk mencaplok tanah demi tanah milik Palestina. Sejarah mencatat bahwa Paletina sudah menjadi daerah kekuasaan islam setelah Khalifah Umar bin Khattab dan Shalahuddin al-Ayyubi membebaskan tanah ini dan diwakafkan kepada umat muslim untuk mengelolanya. Sementara sifat keras kepala orang Yahudi yang mengingkari janjinya membuat shalahuddin al-ayyubi memutuskan untuk mengusir mereka dari tanah ini.
Sebagaimana Allah telah menghinakan
kaum Yahudi ketika masih dibawah binaan Nabi Musa, sejarah dalam al-Quran
mengatakan bahwa Nabi Musa menyuruh mereka masuk ke tanah suci (Palestina). Singkatnya
mereka kemudian membangkang dan mengatakan kepada Nabinya bahwa disana terdapat
orang-orang yang sangat kuat dan kejam. Sehingga mereka menyuruh Nabi Musa
untuk melawan sendiri bersama Tuhannya. Akhirnya, Allah menjadikan mereka berputar-putar
disekitar tanah suci tersebut.
Hingga sekarang, sejatinya
orang-orang Yahudi tidak mempunyai tanah air yang pasti, mereka menyebar dan
menjajah demi kepuasan mereka. Secara sunnatullah mereka telah ‘dikutuk’
untuk tidak memiliki wilayah. Obsesi Theodore Hertzl tentang negara Yahudi
telah memaksa banyak rakyat palestina kehilangan nyawanya untuk dibantai habis
oleh orang-orang Yahudi.
Mereka lalu membalikkan fakta bahwa
kini mereka tengah mengambil kembali tanah yang telah dirampas oleh rakyat
Palestina. Kalau kemudian dalihnya seperti itu, kenapa hingga sekarang mereka
masih membunuh orang-orang tak berdosa di Palestina, bahkan kini menguasai
hampir seluruh wilayah di Palestina dan hanya tersisa Gaza yang bagi mereka
paling sulit ditaklukkan. Mereka juga menyematkan Istilah teroris juga kepada
orang-orang Palestina yang pada hakikatnya berjuang untuk mempertahankan tanah
lahir mereka. Allah yang membebaskan rakyat Palestina melalui tangan
Sholahuddin Al-Ayyudi dan Umar bin Khattab. Namun sayangnya tempat bermukimnya
Rasulullah ketika isra’ mi’raj dijadikan tempat pembunuhan yang paling genosida
di dunia abad 20.
Arab
Spring
dan Dampak Politik Timur Tengah
Tentu di dunia arab sekarang, lebih
tepatnya timur tengah benar-benar mengalami musim semi yang sangat dahsyat. saat
ini di Syiria masih menggelora dalam upaya menggulingkan rezim diktator Bashar
Assad, walaupun menurut pengamat timur tengah konflik Syiria ini bukan konflik
politik melainkan konflik syiah-sunni yang sangat kental disana.
Isu Gaza dan Palestina ini menjadi
isu yang sangat hangat di kalangan pemerintahan di seluruh Timur Tengah. Turki
yang pertama kali memberikan dukungan politiknya kepada rakyat Gaza dan
kemudian disusul oleh Mesir yang setelah tidak berani untuk menentang perbuatan
Israel dikarenakan adanya perjanjian Sinai yang ditandatangani oleh
Mesir-Israel. Namun langkah presiden Mohammad Morsy telah membuka angin segar
kepada dunia Timur Tengah lainnya yang tengah tertidur atau melupakan
permasalahan Gaza. Langkah awal presiden Mesir adalah “memulangkan” Duta Besar
Israel untuk Mesir, di saat yang sama Duta Besar Mesir untuk Israel ditarik. Langkah ini membuat pihak Israel berada dalam
keadaan tertekan.
Munculnya musim semi ini seolah-olah
membunyikan terompet perang antara haq dan bathil. Turki menyuarakan bahwa
persoalan Gaza ini bukan hanya persoalan agama akan tetapi persoalan
kemanusiaan. Dari situ kemudian dukungan-dukungan moril dari orang-orang barat
yang tergerak hatinya ikut mengutuk perbuatan Yahudi Israel di Palestina. Kita
melihat aksi demo dari Milan, Pennsylvania, Paris, dan kota-kota besar seluruh
dunia memberikan dukungan untuk Palestina. Dan ini merupakan kampanye sukses,
misalnya dengan berangkatnya kapal Mavi Marmara untuk menembus blokade Israel
Yahudi di Gaza.
Seharusnya Israel bisa menyadari
bahwa sesungguhnya menginvasi Gaza merupakan suatu keputusan yang bodoh, sama
halnya dengan tindakan bunuh diri. Namun kesombongan Israel semakin menjadi
karena angin segar dari Amerika yang terus mendukung kebijakan politiknya untuk
menginvasi Gaza. Dukungan politik dari Mesir, Turki dan ditambah berbagai
negara menyuarakan bahwa Israel adalah Teroris yang sesungguhnya menjadi
tekanan berat bagi Israel saat ini. Dan akhirnya akan datang saat di mana Palestina
akan memperoleh kemenangan atas tanah airnya sendiri.
Tidak
ada solusi kecuali Mati Syahid atau Kemerdekaan
Entah sudah berapa kali Israel
mengingkari perjanjian dengan rakyat Palestina. Entah berapa kali Israel Yahudi
menyuarakan gencatan senjata namun mereka pula yang mengingkarinya. Ini adalah
sebuah pelajaran bagi kita, bahwa gencatan senjata untuk Israel tidak akan ada
fungsinya dan hanya akan menambah kesengsaraan bagi rakyat Palestina.
Mungkin seluruh dunia akan senang
dan bahagia jika gencatan senjata antara Palestina dengan Israel bisa
terpenuhi. Artinya, solusi konflik bisa dicapai dengan jalan damai. Namun
ketika kita melihat watak penjajahan Israel di atas, maka tidak akan pernah ada perjanjian damai
antara palestina dan Israel kecuali dua pilihan; Mati Syahid atau Palestina
terbebaskan. Ini bukanlah pilihan sulit bagi penduduk Palestina apalagi Gaza.
Mereka adalah orang-orang yang tak takut mati. Kematian adalah suatu kepastian
hanya saja sebabnya yang tidak kita ketahui. Dan rakyat Palestina sebaik-baik keadaan
adalah syahid karena mempertahankan tanah airnya.
Wallahu
a’lam…
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!