Skip to main content

Belajar dari Nabi Musa dan Nabi Khidir

Sejenak marilah kita bermuhasabah dan merenungi surat al-kahfi ayat 65-82 yang memberikan penjelasan atau cerita tentang Nabi Musa yang berguru ke Nabi Khidir. Kenapa Allah menceritakan ayat ini kepada kita? Atau apa hikmah yang bisa kita petik dari beberapa ayat di surat al-kahfi tersebut.
                Allah menceritakan pertemuan Nabi Musa dengan salah seorang hambaNya yang shalih yang Allah berikan kepada hamba tersebut rahmat yaitu berupa wahyu dan kenabian dan ilmu tentang yang ghaib. Dimulai dari loncatnya ikan yang keluar dari wadahnya kemudian pergi ke laut. Setelah itu Allah mempertemukan Nabi Musa yang ingin belajar kepada Nabi Khidir.
                Ceritanya adalah Nabi Musa ini adalah nabi yang kritis, karena beliau dilahirkan dan dibesarkan di dunia orang-orang yang kritis. Bahkan kaumnya, karena terlalu kritis. Allah mengutuk kaumnya Nabi Musa ini. Karena Nabi Khidir tahu bahwa Nabi Musa ini adalah salah satu nabi yang kritis, maka diawal perjumpaannya Nabi Khidir sudah membuat kontrak belajar dengan Nabi Musa di ayat 70, “Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku menjelaskannya kepadamu”.
                Setelah bersepakat tentang kontrak belajar, Nabi Musa kemudian berjalan bersama hamba Allah tersebut. Di tengah perjalanan, Nabi Khidir membocorkan perahu. Kemudian di surat tersebut Nabi Musa secara spontan bertanya. Kalau bukan pengikut yang kritis tentu dia akan komitmen dengan kontrak belajarnya. Akan tetapi, Nabi Musa ini pengikut yang kritis. Sehingga pertanyaan dari mulut Nabi Musa pun terlontar, “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar”.
                Kemudian, Nabi Khidir tersebut menjawab, “bukankah aku telah berkata: sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”. Dan Nabi Musa tersebut menjawab, “ Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaan ku dan janganlah kamu membebaniku dengan kesulitan dalam urusanku”. Dan itu berlangsung hingga Nabi Khidir membunuh anak kecil dan membangun rumah yang mau roboh.
                Di akhir pertemuan, Nabi Khidir pun menjelaskan semua maksud yang tersembunyi dari perbuatan-perbuatan yang dilakukannya sejak awal hingga akhir. Jika melihat dari spontinitas pertanyaan Nabi Musa terhadap Nabi Khidir ini sepertinya menunjukkan bahwa Nabi Musa memang benar-benar nabi yang paling kritis.
                Sebenarnya memang kritis tidak menjadi permasalahan. Bersikap kritis adalah hak setiap orang untuk bertanya ini dan itu. Tapi kekritisan itu jangan dibangun diatas pondasi-pondasi rapuh, seperti riya’(agar orang melihatnya bahwa dia seorang yang kritis) dan sombong karena ingin menunjukkan ilmunya yang paling tinggi. Jika Nabi Musa adalah seorang tidak tahu, maka mungkin dia akan bertanya di depan saja. Selanjutnya dia akan menuruti apa yang disampaikan oleh Nabi Khidir.
                Dan sekali lagi, karena merasa ilmunya Nabi Musa ini merasa tinggi, maka apapun yang dilakukan oleh Nabi Khidir ditanya, lebih tepatnya dikomentari dengan nada pertanyaan.  Tiga kasus diatas menggambarkan kepada setiap mukmin bahwa Allah menetapkan beberapa hal yang terkadang kita tidak mengetahui hikmahnya dan tidak memahami kebaikan yang ada di dalamnya.
                Jadi, lebih baik diam jika kita tidak mengetahui hikmah dan tidak memahami kebaikan yang ada didalamnya. Jika ada kebaikan dan hikmah yang kita ketahui, mungkin kita bisa berbicara dengan kadar pengetahuan kita. Lihatlah bagaimana kekritisan kaum Nabi Musa ketika disuruh untuk menyembelih sapi betina. Akhirnya kaum Nabi Musa pun, Allah perberat spesifikasi dari sapi betina tersebut.

Adab Jundi(bawahan) dengan Qiyadahnya
                Sebagai seorang manusia tentu pernah menjadi pemimpin dan tentunya pernah menjadi bawahan. Murid adalah bawahan dari guru, karena ilmu guru lebih banyak ketimbang murid. Karenanya murid harus menghormati guru. Begitu pun dengan kader dakwah yang menjadi jundi, harus kita pahami bahwa qiyadah itu punya pertimbangan yang lebih besar mashlahatnya maka dari itu instruksinya yang jika kita tidak mengetahui hikmah dan tidak memahami kebaikan yang ada di dalamnya maka seyogyanya sebagai seorang kader dakwah dan jundi, kita harus melaksanakan instruksinya.  

Wallahu a'lam            

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 5 # Seri Ushul 'Isyrin

"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin

"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya." Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ? Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59