Skip to main content

Prinsip 16 #Seri Ushul ‘Isyrin

“Istilah yang sudah mentradisi tidak akan mengubah hakikat hukum syar’inya. Akan tetapi ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu dan kita berpatokan dengannya. Disamping itu kita harus berhati-hati terhadap berbagai istilah menipu yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada esensi suatu nama, bukan pada nama itu sendiri”.

            Dalam pasal ini, Hasan al-Banna ingin memahamkan kepada kita bahwa di dunia sekarang ini dipenuhi dengan istilah-istilah yang salah menurut syariat, namun ini sudah mentradisi atau sudah mendarah daging. Ini yang bahaya, jika masyarakat tidak disadarkan dengan pengertian-pengertian istilah keliru, maka masyarakat bisa terjebak dengan pemahaman luarnya saja tanpa ada penela’ah secara mendalam. Atau sebenarnya masyarakat sudah terbiasa dengan istilah-istilah ini karena ini sudah tradisi. Menurut para fuqaha, tradisi adalah nama untuk hal yang dikenal, menjadi kebiasaan dan dijalani oleh masyarakat dalam kehidupannya.
            Jika sudah tradisi, masyarakat di Indonesia ini susah sekali untuk disadarkan. Dan ini menjadi beban berat bagi du’at yang ingin meluruskan istilah-istilah keliru yang sudah mendarah daging didalam masyarakat. Sebagai contoh adalah riba’, padahal Allah sendiri telah menegaskan di dalam al-Quran tentang keharaman riba’(Al-Baqarah:275, Ali Imran:130).
      Namun karena kepintaran orang-orang kapitalis dalam menghegemoni perekonomian seluruh dunia dan mereka tidak mau kehilangan pasar di dunia muslim, maka nama riba tersebut diganti menjadi bunga bank yang tidak terlihat secara Nampak, atau dengan bahasa bonus dari bank.
            Hingga kata-kata “bunga bank” atau “bonus bank” itu lambat laun dikenalkan oleh orang-orang kapitalis melalui konspirasi, ditanamkan dan akhirnya masuk ke dalam system bank-bank konvensional. Contoh lain adalah khamr yang mungkin di Indonesia berganti nama menjadi anggur atau nabidz. Anggur atau arak ini sudah campuran walaupun nilai alkoholnya mungkin 1% atau 0% yang tingkat memabukkannya tidak terlalu parah, tapi tetap saja itu khamr. Karena pengaharaman khamr itu terletak pada hakikat dan kerusakan yang ditimbulkannya bukan karena nama dan caranya. Rasulullah sendiri pernah bersabda tentang khamr ini : “Sekelompok umatku akan menghalalkan khamr dengan cara memberi nama selainnya”(hadits dikeluarkan oleh Ahmad dengan sanad Hasan).
            Kemudian Hasan al-Banna melanjutkan dengan kata-kata, “disamping kita kita harus berhati-hati terhadap berbagai istilah menipu yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama”. Said Hawwa berkomentar dengan perkataan Hasan al-Banna yang ini, bahwa istilah yang menipu ini sebenarnya banyak mempengaruhi sikap dan pendirian kaum muslimin. Karena istilah-istilah semacam ini memang sengaja diciptakan untuk mengelabuhi orang-orang muslim agar orang-orang muslim itu tersesat dan jauh dari ajaran aslinya.
Seperti misalnya adalah dengan dalih bahwa ajaran islam itu adalah ajaran persaudaraan, kemudian mereka orang-orang yang suka menyelewengkan istilah menjadikan orang-orang kafir sebagai saudara orang-orang muslim.  
            Itulah wanti-wanti/sebuah warning bagi seluruh kaum muslimin agar jangan tertipu dengan istilah-istilah yang keliru dan menipu , karena belum tentu akan mengubah hakikat dan hukum syar’I dari esensi tersebut. Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “sekiranya perubahan nama dan bentuk itu berkonsekuensi pada perubahan hukum dan hakikatnya tentu semua agama akan rusak dan seluruh syariat akan berubah dan islam ini akan lenyap”
            Namun kalau sekiranya istilah yang sudah mentradisi itu benar dan sesuai syariat maka kita bisa berpatokan dengannya. Itulah maksud dari perkataan Hasan al-Banna “Akan tetapi ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu dan kita berpatokan dengannya”. Jadi, para du’at harus menelaah seluruh istilah-istilah yang sering digunakan dalam pembahasan dunia dan agama, agar masyarakat mampu mencerna maksud dari syariat tersebut.
Jika istilah yang sudah mentradisi tersebut salah, maka sudah sepatutnya seorang da’I harus menjelaskan bahwa istilah tidak mempengaruhi hakikat dan tujuan syar’inya. Dan seorang da’I juga dituntut untuk membatasi makna istilah yang digunakan, agar tidak muncul kerancuan maupun ketidakjelasan pada istilah-istilah baru, sehingga niat da’I tersebut bagus akan tetapi dalam penggunakaan istilah yang tidak bagus akhirnya muncul istilah yang keliru. Semoga Allah melindungi orang-orang muslim dari istilah-istilah keliru atau ungkapan-ungkapan yang menipu

Wallahu a'lam

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama...

Prinsip 5 # Seri Ushul 'Isyrin

"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri....

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin

"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya." Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ? Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59...