“Aqidah
adalah pondasi seluruh amal/aktivitas. Amalan hati lebih penting daripada
amalan fisik. Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan
syariat,meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda”
Di dalam islam, aqidahlah yang menjadi penentu sah atau
tidaknya amalan seseorang. Dia mendapatkan pahala atas amalan tersebut atau dia
tidak mendapatkan pahala atas amalan tersebut itu juga berasal dari aqidah
setiap orang. Maka dari itu, landasan aqidah ini penting jika kita ingin amalan
baik kita diterima oleh Allah dan mendapatkan pahala olehNya.
Jika kita perhatikan secara kasat mata, ini memang terlihat
tidak adil bagi sebagian orang yang belum mengerti. Mungkin mereka akan
menanyakan hal begini, ‘lantas bagaimana dengan orang-orang non islam seperti kristen,hindu,budha
atau agama lainnya? Padahal mereka sering berbuat baik kepada kita, kan sayang jika
mereka tidak mendapatkan pahala atau imbalan’. Inilah mengapa enaknya islam. Perbuatan
baik kita akan dihitung Allah sebagai pahala jika amalan kita ini diridhoiNya
dan sesuai dengan sunnah Nabi.
Amalan atau perbuatan baik orang-orang Kristen itu akan
tertolak, mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya lelah saja. Atau mungkin
simpati dari orang yang ditolongnya. Berbeda dengan islam, jika kita melakukan
perbuatan baik, mungkin akan ada dua imbalan, pertama mungkin orang yang akan
kita tolong akan memberikan balasan untuk kita. Kedua, mungkin juga Allah
membalas amalan baik kita dengan pahalaNya.
Amalan-amalan baik orang-orang non muslim itu nantinya akan
batal dan terhapus amal mereka, tidak diterimanya amal mereka dan tidak ada
balasan bagi amal mereka. Terkait dengan hapusnya amal-amal baik yang telah
mereka lakukan, mungkin kita bisa membaca al-Quran di surat Ali Imron ayat
21-22: “sesungguhnya orang-orang yang kafir kapada ayat-ayat Allah, membunuh
para nabi tanpa alasan yang dapat dibenarkan, dan membunuh orang-orang yang
menyuruh manusia berbuat adil, gembiralah mereka bahwa mereka akan menerima
siksa yang pedih. Mereka itulah orang-orang yang terhapus pahala atas
amalan-amalan mereka di dunia dan akhirat dan mereka sekali-kali tidak
memperoleh penolong”.
Atau terkait dengan tidak diterimanya amal mereka, Allah
menjelaskan di surat al-Maidah ayat 27: “sesungguhnya Allah hanya menerima (amal)
dari orang-orang yang bertakwa”. Atau ayat yang berkenaan dengan sia-sianya
amalan mereka, Allah menyebut amalan mereka bagai debu beterbangan di surat
Al-Furqan ayat 23: “dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan”.
Aqidah bukan hanya penentu diterimanya amal atau penentu
sahnya sebuah saja. Akan tetapi antara aqidah dengan amal juga memiliki
hubungan layaknya pohon. Aqidah adalah pohon, dan amal adalah buah yang
dihasilkan dari pohon tersebut. Maka tidak jarang Allah sering menyatukan
antara iman disertai dengan amal(Al Baqarah:25, An-Nahl:97, Maryam:96).
Kemudian Hasan al-Banna melanjutkan, “amalan hati lebih
penting daripada amalan fisik”. Letaknya iman atau aqidah itu ada di hati,
karena pengertian iman pertama kali adalah meyakini di dalam hati kemudian
mengucapkan di lisan dan dilakukan dalam perbuatan. Oleh karena itu amalan hati
jauh lebih penting daripada amalan fisik.
Benarlah apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw, “ketahuilah
bahwa sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah. Jika ia, baik maka
baiklah seluruh jasad. Namun jika ia rusak, rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah
bahwa segumpal darah tersebut adalah hati”(Muttafah alaih).
Karena amalan hati ini yang didalamnya terdapat kandungan
iman, maka dengan sendirinya akan mempengaruhi amalan jasadiyah seseorang
tersebut. Dari hatilah, orang itu bergerak. Innamal a’malu binniat,
sesungguhnya seluruh amal itu tergantung dari niatnya. Kita mungkin akan bisa
melihat seseorang yang sudah kita kenal dari tutur katanya yang sopan, lembut,
dan perilaku baiknya. Itu karena semua karena pengaruh dari baiknya amalan
hati.
Termasuk dari amalan hati yang diperintahkan kepada kita
adalah iman, ikhlas, tawakkal, ihsan, syukur, dan menyesali perbuatan maksiat
yang telah terlanjur dilakukan, dan masih banyak lainnya. Sedangkan amalan jasad
yang diperintahkan kepada kita adalah shalat, zakat, puasa, haji, dzikir,
membaca al-Quran dan masih banyak lainnya.
Tentunya kita harus berusaha untuk bisa saling menyempurnakan
keduanya. Agar secara lahir dan batin ini menjadi bagus. Dan kita tidak bisa
melakukan amalan jasad dulu, karena hati ini akan kosong dari amalan tersebut. Kita
membaca al-Quran,misalnya tapi tidak ikhlas, atau kita shalat tapi tidak khusyu’.
Maka dari itu, usaha untuk menyempurnakannya menjadi penting
agar kita ini menjadi pribadi yang bukan hanya sholeh secara hati, tapi bisa
sholeh secara jasad. Walaupun kadar antara amalan hati mungkin lebih besar
ketimbang amalan jasad. Illal ladzina aamanu,wa ‘amilushsholihati wa
tawashoubil haqqi wa tawaashoubish shobr.
Comments
Post a Comment
thank's for your comentar,bro !!!