Skip to main content

Kudeta Militer Mesir: Kegagalan Reformasi Timur Tengah

Oleh: Shamsi Ali - Imam Masjid Pusat Kegiatan Islam ("Islamic Centre") New York, AS

Kita sekali lagi dihentakkan oleh berita pembunuhan massal yang terjadi di Mesir. Beragam jumlah yang disampaikan media massa, tergantung sumbernya. Tapi yang pasti Kementerian Kesehatan Mesir sendiri melaporkan ada sekitar 200-an yang terbunuh akibat serangan militer kepada para demonstran yang damai itu. Lazimnya, jumlah yang disampaikan oleh pihak pelaku mewakili minimal dari kemungkinan jumlah yang sesungguhnya. Washington Post melaporkan dalam 'breaking news'nya dengan jumlah yang lebih besar, sekitar 500-an orang. Bahkan website militer Mesir sendiri sempat menuliskan sekitar 2.000-an korban.

Berapapun yang meninggal tentu bukan sesuatu yang menjadi permasalahan mendasar tulisan ini. Tapi justru fenomena apa yang sedang terjadi di Mesir saat ini? Kenapa proses revolusi, atau mungkin memakai kata reformasi, terlalu rumit, berkepanjangan dan harus menelan korban yang besar?

Pertama, kita harus menyadari bahwa Mesir memiliki strategi geografis yang sangat krusial. Boleh dikatakan, selain Turki, Mesir juga merupakan penyambung antara dunia barat dan timur.
Apalagi, kenyataannya Mesir memiliki perbatasan langsung dengan kedua pihak, Palestina dan Israel, yang merupakan "pusat konflik dunia" saat ini. Oleh karenanya, siapa yang memenangkan pertarungan Mesir, memberikan warna tersendiri bagi masa depan dunia, khususnya dalam konteks konflik Timur Tengah.

Kedua, setelah jatuhnya Saddam Husain di Irak dan Moammad Khaddafy di Libya, sesungguhnya tinggal dua negara yang menjadi penentu di Timur Tengah. Yaitu Arab Saudi di kalangan negara-negara Teluk dan Mesir di kalangan negara-negara non Teluk. Persaingan antara kedua negara ini juga seringkali, tidak saja secara politik dan ekonomi, tapi tidak jarang merembet kepada persaingan pemikiran Islam sekaligus. Saudi seringkali merasa mewakili pemikiran Islam yang sejati karena di sanalah Rasulullah SAW dilahirkan. Sementara Mesir merasa mewakili sumber ilmu-ilmu Islam dengan universitas Al-Azhar yang terkenal.

Ketiga, walaupun secara sumber daya alam Mesir tidak sekaya negara-negara Timur Tengah lainnya, bahkan tidak sekalipun dengan Sudan yang kaya minyak, tapi Mesir memiliki modal besar yang tidak dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah lainnya. Yaitu sumber manusia yang hebat karena Mesir merupakan negara berpenduduk terbesar di Timur Tengah, dan paling banyak memiliki sarjana setelah Palestina. 

Keempat, dalam sejarah konflik Timur Tengah, Mesir memiliki keterkaitan dan keterlibatan langsung, dan seringkali menjadi tumpuan bagi pihak-pihak berkepentingan. Bahkan serangan Israel ke Gaza terakhir hanya dapat dihentikan dengan keterlibatan langsung Presiden Moursi atas permintaan Menlu AS, Hillary Clinton, saat itu. Sehingga diyakini bahwa pertarungan yang terjadi di Mesir juga memiliki konsekwensi langsung terhadap konflik Timur Tengah.

Kelima, sesungguhnya beberapa negara di Timur Tengah memilih mengambil sikap 'munafik' dalam merespon kejadian-kejadian mutakhir di Mesir. Salah satu negara termaksud adalah Saudi Arabia, yang justru memberikan dukungan kepada militer Mesir pascakudeta Presiden Moursi yang sah. Setelah mendapat sorotan umat di berbagai belahan dunia, baru kemudian sekolompok ulama Saudi mengeluarkan pernyataan mendukung Presiden Moursi. Tapi yang pasti, jangankan mengeluarkan pernyataan yang melawan kebijakan kerajaan, berdoa di saat khutbah saja dan tidak menyebut nama raja, akan berakibat fatal kepada sheikh tersebut. 

Oleh karenanya, ketika sekolompok ulama Saudi mengeluarkan pernyataan mendukung Moursi, dan itu setelah umat memberikan sorotan tajam kepada dukungan pemerintah Saudi kepada militer Mesir, dipandang penuh rekayasa. Poin yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa kemenangan reformasi di Mesir sesungguhnya sebuah momok yang sangat ditakuti oleh pemerintah Saudi Arabia.
Pada akhirnya saya melihat bahwa fenomena-fenomena mutakhir di Timur Tengah, termasuk Mesir dan Siria, merupakan alamat terang akan kegagalan reformasi Timur Tengah, sekaligus menguak kegagalan demokrasi. 

Kudeta militer yang dilakukan oleh pimpinan militer Mesir, bukan tidak mempertimbangkan reaksi-reaksi internasional di kemudian hari. Hitungan itu ada dan sangat jitu, kalau tidak memang ada kolaborasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan. Sebagai seorang Muslim yang hidup di Amerika Serikat dan menikmati arti sebuah demokrasi, melihat kejadian-kejadian mutakhir Mesir tentu menyakitkan. Menyakitkan, karena Amerika yang selama ini mengkampanyekan, dan bahkan lewat aksi militer (tentu sebuah fenomena paradoxical), ternyata gagal melindungi proses demokratisasi di Mesir. 

Selain itu, tentu menyakitkan bahwa selama ini Islam diobok-obok dengan berbagai tuduhan, antara lain, tidak sejalan dengan demokrasi, justeru kini antithesis demokrasi itu terpakai untuk mengobok-obok aktifis Muslim. Akankah ini sebuah kesimpulan bahwa proses demokratisasi di Timur Tengah dan dunia telah mengalami kematian di tengah jalan? Semoga saja tidak. Wallahu a’lam!


Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 5 # Seri Ushul 'Isyrin

"Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya." Dalam pasal yang kelima ini, Hasan al-Banna ingin mengatakan bahwa semua pendapat imam yang tidak ada teks hukumnya boleh kita amalkan jika memang itu membawa kemaslahatan ummat. Dari sini juga, semua manusia bisa menggunakan ijtihadnya masing-masing. Jadi dalam mengambil keputusan yang didalamnya tidak mengandung atau tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka kita boleh mengambil pendapat imam yang kita yakini atau kita punya ijtihad sendiri.

Prinsip 2 # Seri Ushul 'Isyrin

"Al-Quran yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta'asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya." Pasal yang kedua ini, Ustadz Hasan al-Banna memberikan tentang landasan berpikir manusia. Memberikan landasan tentang kesempurnaan Islam. Setelah kita memahami kesempurnaan Islam, maka seyogyanya kita juga harus memahami landasan kenapa kita harus sempurna islam kita. Karena sesungguhnya, dua kitab itulah yang menjadikan Islam ini jauh lebih sempurna ketimbang agama yang lainnya. Ajarannya yang suci tidak lepas dari peran kedua kitab ini. Kitab ini juga yang menjadi wasiat Rasulullah ketika akan meninggal. Adakah yang lebih berharga daripada al-Quran dan as-Sunnah ketika rasulullah wafat ? Allah berfirman dalam surat an-Nisa : 59