Skip to main content

Tuhanmu, Raja Pengampun

Rihlah Keluarga di Lawang Sewu, Semarang
 قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)


Alkisah, ada seorang pembunuh yang sudah membunuh sekitar 99 orang yang ingin bertaubat. Kemudian ia bertanya siapa yang paling tahu tentang agama di dunia ini. Ditunjukkanlah ia kepada seorang ahli ibadah. Dia bertanya kepada ahli ibadah perihal keinginan taubatnya, akankah diterima taubatnya? Namun ahli ibadah tersebut mengatakan kalau taubatnya tidak bisa diterima lantaran besarnya dosa yang sudah dia lakukan. Mendengar ucapan ahli ibadah tersebut, marahlah ia dan membunuh ahli ibadah. Genaplah sudah dia melakukan pembunuhan di muka bumi ini. Tapi keinginan untuk bertaubat sangat tinggi. Dicarilah kembali seseorang yang bisa mengatasi kegundahannya.

Bertemulah ia dengan seorang ‘ulama. Dan menanyakan kegundahannya. Berkatalah ‘ulama tersebut,”siapa yang menghalangi dirimu untuk bertaubat? Pergilah engkau ke kampung ini, karena sesungguhya di sana ada sekelompok manusia yang beribadah hanya kepada Allah semata, beribadahlah kepada Allah bersama mereka, dan janganlah engkau kembali ke kampungmu yang dulu, karena kampung itu adalah kampung yang buruk.” Berangkatlah pembunuh tadi menuju perkampungan orang-orang sholeh. Ketika di tengah perjalanan, kematian mendatangi pembunuh tersebut. Akhirnya datanglah malaikat adzab dan malaikat rahmat. Malaikat rahmat berkata, “dia datang dalam keadaan bertaubat kepada Allah seraya menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata lain, “tetapi sesungguhnya ia belum pernah mengerjakan kebaikan sekalipun di muka bumi ini!”

Kemudian, Allah mengutus malaikat yang menjadi hakim dalam perkara ini. Malaikat ini berkata kepada malaikat rahmat dan adzab, “ukurlah jarak antara dua kampung tersebut. Kearah mana ia lebih dekat, maka ia berhak dimasukkan kesana.” Diukurlah jarak dua kampung tersebut, dan bertemulah bahwa pembunuh tadi lebih dekat kepada kampung orang-orang sholeh. Akhirnya dibawalah roh pembunuh tadi menuju surga.

Sungguh indah kisah diatas, sama indahnya dengan ayat 53 dari surat Az Zumar. Dengan tegas Allah mengatakan, “katakanlah : wahai hambaku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sungguh Allah mengampuni semua dosa-dosa kalian. Sungguh Ia Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.”

Setiap kita yang melakukan sebuah kemaksiatan dan dosa adalah orang-orang yang dzalim terhadap dirinya sendiri. Dengan apa kita mendzalimi diri kita sendiri? Dengan dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan. Saat itu pula kita adalah orang yang melampaui batas. Tapi Allah menyuruh kita, “Laa Taqnatuu” janganlah kalian menyerah dan berputus asa untuk mendapatkan rahmatNya Allah.

Pintu taubatnya Allah itu banyak, lebih banyak dari dosa yang kita kumpulkan dari awal baligh sampai sekarang. Walaupun dahulu kita adalah orang yang suka minum khamr, khalwat dengan non muhrim, berjudi, dan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain, tapi jikalau kita taubat kepada Allah, akankah kita tetap masuk kedalam nerakaNya? Janganlah berputus asa dari rahmatNya Allah. Selama kita berdoa dan senantiasa berharap untuk terus taubat, tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh Allah.

Yuk mari kita segerakan taubat. Kalau tidak mampu mengimbangi amalan baiknya para sholihin, setidaknya kita bisa mengimbangi istighfarnya para pendosa yang taubat.

“Hai anak Adam, selama kalian mau berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti Kuampuni dosa yang pernah kalian lakukan, dan Aku tidak peduli. Hai anak Adam, seandainya dosa kalian membumbung setinggi langit lalu kalian memohon ampun kepada-Ku, pasti Ku-ampuni. Hai anak Adam, seandainya kalian datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, asalkan tidak menyekutukan Aku, pasti Aku mendatangimu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula.” Hadits Qudsi dari Anas bin Malik riwayat Tirmidzi

Wallahu a’lam

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda