Skip to main content

Membaca An Nahl : 90 Diakhir Khutbah Jum'at

Khutbah jum’at adalah rangkaian kewajiban yang harus dilakukan dan diikuti dari prosesi sholat jum’at. Jika sholat jum’at tanpa khutbah jum’at, maka tidak sah sholat jum’at tersebut. Ketika kita mendengarkan khutbah jum’at, maka diakhir khutbah jum’at biasanya khatib selalu membaca surat An Nahl : 90. Yang bunyinya,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Yang artinya : “sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil, ihsan, memberi bantuan kepada saudara, dan Dia melarang kamu untuk melakukan perbuatan keji,mungkar dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Maka sudah menjadi hal yang lumrah dan sering kita dengar jika sang khatib sebelum turun dari mimbar, pasti akan membaca ayat tersebut. Diantara kita mungkin ada yang sudah hafal – karena pengulangan – dari sang khatib yang setiap jum’at selalu membaca ayat tersebut. Tapi, tahukah kita kenapa para khatib membaca ayat tersebut? Yuk ikuti kisahnya.
Ketika Bani Umayyah berkuasa, para gubernur yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah terbiasa mengutuk Imam Ali karamallahu wajhah di mimbar-mimbar Jum’at, dan itu sudah ada turun temurun sejak Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Namun ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Gubernur Madinah, Umar menghentikan kebiasaan gubernur-gubernur terdahulu yang mencerca dan mengutuk Imam Ali karomallahu wajhah di akhir khotbah jum’at. Bahkan, setelah diangkat menjadi khalifah, Umar menulis surat kepada semua gubernur agar tak lagi mencerca dan mengutuk Imam Ali karamallahu wajhah di setiap khotbah jum’at. Sebagai gantinya, ia memerintahkan membaca Al Qur’an surat An Nahl : 90.
Wallahu a’lam bishshowaab. 

Comments

Popular posts from this blog

Prinsip 1 # Seri Ushul 'Isyrin

"Islam adalah sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih." - pasal 1 Ushul 'Isyrin - Terlihat nampak jelas oleh kita, bahwa sesunguhnya pemikiran yang dibawa oleh Hasan al-Banna ini ketika diawal adalah memahamkan islam terlebih dahulu. Hasan al-Banna dengan berbagai intepretasinya, menegaskan bahwa sesungguhnya kehancuran islam adalah pemahaman yang lemah terhadap islam. Makanya disini beliau mengawali langkahnya dengan Syumuliyatul Islam. Kebencian orang-orang yang benci terhadap islam semakin membesar. Oleh karena itu, orang-orang yang benci terhadap islam menyeru agar orang-orang islam jauh terhadap agama

Prinsip 3 # Seri Ushul 'Isyrin

"Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya" Ustadz Hasan al-Banna dalam pasal ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesempurnaan islam kita dengan berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah mempunyai efek samping yaitu Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah). Jadi Iman yang tulus, ibadah yang benar, mujahadah adalah efek samping dari kesempurnaan islam kita dengan landasan al-Quran dan as-Sunnah. Beliau juga menambahi bahwa Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah adalah cahaya bagi orang-orang yang keislamannya sudah sempurna. Ia juga sebuah kenikmatan yang ditan

Prinsip 10 # Seri Ushul Isyrin

Ma'rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta'wil dan ta'thil dan tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. "Orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami (Ali-Imron : 7)'" Permasalahan dalam pasal 10 ini adalah tentang penafsiran kepada ma'rifat kepada Allah. Permasalahan ini muncul ketika mulai bermunculan aliran-aliran aqidah dalam islam, mulai dari qadariyah yang sepenuhnya percaya adanya takdir Allah dan mereka percaya bahwa segala sesuatu itu skenarionya suda